Postingan

Menampilkan postingan dengan label Saat Kita Cerita Nanti

[SAAT KITA CERITA NANTI] MELIHAT POHON YANG TUMBUH DI HALAMAN RUMAH

Gambar
Setiap hari ada banyak kekhawatiran yang bermunculan. Mungkin jika bisa dilihat, pasti mirip dengan pohon yang setiap hari tumbuh daun di halaman rumah. Saya melihatnya beberapa kali, pohon yang tumbuh itu menumbuhkan dan menggugurkan daun sewaktu-waktu. Kekhawatiran-kekhawatiran muncul silih berganti. Terkadang tampak cepat, tak jarang juga lambat. Kadang ada yang lepas kadang malah bertambah cabang, antara cemas dan takut. Menyedihkan sekali. Mambayangkan bagaimana jika khawatir, cemas, dan takut adalah daun-daun yang pada waktunya akan berwarna hijau, kuning, dan cokelat, lalu gugur dan terurai di tanah. Daun-daun tersebut menyatu menjadi sesuatu yang bermanfaat lagi, seperti menjadi pupuk organik atau energi bagi akar pohon. Kekhawatiran, cemas, dan takut, atau perasaan lain yang tidak mengenakkan dirasa setiap orang, tetapi, bagaimana jika melihat bagian tersebut sebagai sumber kekuatan untuk terus bertumbuh. Merasakan, menyadari, dan merangkul semua yang ada pada diri. Layaknya p

[SAAT KITA CERITA NANTI] ADA ZINNIA YANG BERMEKARAN DI KEPALAMU

Gambar
Aku senang melihatmu lagi. Melalui perjumpaan sederhana yang membuatku ikut merasa lega. Langkahmu tegap dan tak terlihat berat. Senyum menyenangkan itu telah kembali merekah dan suaramu yang menenangkan kembali terdengar. Sepasang matamu memancarkan kehangatan, ada kedamaian yang merebak. Hal-hal sederhana yang ternyata sangat kurindukan. Aku teringat bagaimana dulu kamu selalu tersenyum, namun tiba-tiba menjadi berbeda. Ada murung yang tertinggal di muka. Aku ingat lagi, tawamu yang selalu menular kemudian secara mengejutkan menyisakan diam. Dan bahkan ucapan penuh semangat telah berbalik arah, tidak ada tanda-tanda. Apakah kamu benar-benar pergi? Aku melihat dua pasang matamu, tak ada hujan di sana. Hanya ruang yang penuh dengan ranting tanpa daun-daun. Kini aku melihat sesuatu di kepalamu. Ruang-ruang yang dulu penuh ranting telah tumbuh. Daun-daun berwarna hijau. Perlahan, kembang-kembang bermekaran. Menjulang di atas kepalamu. Bunga-bunga zinnia yang merekah bersamaan dengan lang

[SAAT KITA CERITA NANTI] BAHKAN, DI KEDALAMAN MIMPIKU

Gambar
Aku mengenalmu beberapa tahun lalu lewat sepucuk surat yang jatuh. Rupanya lembaran itu berisi namamu lengkap dengan tatapan yang tak ubahnya batu. Tidak ada senyum hangat. Hanya saja rekaman singkat itu terus berulang. Aku menertawakan diriku, mengapa hanya dengan sepucuk surat, apa-apa yang berkaitan tentangmu selalu memutar tanpa aba-aba. Ah, aku salah, tatapan tanpa senyuman itu hanya pintu tanpa tanaman. Selebihnya, hijau daun telah tumbuh dalam ruang per ruang. Kamu meneduhkan, bahkan di saat diam dan sulit. Sepertinya, usai tatapan dingin yang lebih dingin dari bediding , hal-hal baik yang pernah kamu lakukan terekam dalam sepasang mataku. Membekas dalam ingatanku. Kesekian kalinya, hadirmu yang tanpa banyak celoteh menjadi hal yang selalu kutunggu. Menenangkan. Aku sempat bertanya-tanya, apakah ada dari masing-masing kita menjadi hal yang sama-sama ditunggu? Untuk sekadar ramai yang selalu menjadi suara kesukaan, atau diam yang menemani dalam tenang. Menyenangkan sekali menging

[SAAT KITA CERITA NANTI] JIKA ADA SERIBU BINTANG DI ATAS KEPALAMU

Gambar
Saya sudah memesan balkon serta teleskop di nomor dua-dua-satu . Pesanmu yang kuterima sepuluh menit yang lalu melalui e-mail. Sedikit mengernyitkan dahi dan mendekatkan ponsel ke pandangan mata. "Apa aku tak salah membaca?" Gumamku dan terus membaca ulang pesanmu itu. Ah iya, aku hampir melupakan satu hal. Kamu termasuk orang yang selalu menikmati langit. Kamu selalu bercerita apa saja tentang langit, dari sains sampai imajinasimu. Bahkan, dongeng yang sering kita dengar sewaktu kecil tentang pohon dan raksasa tinggal di langit juga sering kamu ulang. Kamu selalu bertanya-tanya, apakah benar di langit ada kehidupan lain? Setiap hari langit akan berubah-ubah goresan, terlebih awan. Kalau sudah begitu, aku berkata lirih, Maha Suci Allah dengan segala keindahanNya. Kamu tersenyum. Ketika memandangmu, aku dapat menjelaskan kepada semesta mengapa Tuhan mencintai keindahan . Tiga bait puisi itu ada di buku Kasmaran, bagian puisi Bakat Memuja. Satu dari beberapa buku puisi yang ser

[SAAT KITA CERITA NANTI] PERCAKAPAN TIDAK PENTING YANG MUNCUL DI KEPALA KITA

Gambar
"Kamu dengar sesuatu?" tanyamu setengah berbisik. Aku menghentikan pandangan dari ponsel yang sedari tadi kutekan-tekan. Kedua bola mataku mengerling, menyapu sekitar, tetapi, apa yang kutemui? "Ngawur, gak ada apa-apa." balasku melihat ke arahmu. Kamu malah balik menatapku. Lagi-lagi pandanganmu tak lepas melihatku. Kedua bola matamu yang tiba-tiba membulat dan barisan gigimu tampak. "Heh! Nakutin!" aku terkejut dan kamu tertawa. Tawamu sangat puas, tetapi, lama kelamaan suara tawamu mengalir juga. Aku ikut tertawa. "Itu suaraku." akumu selanjutnya. "Kamu hanya tertawa dan ekepresimu aneh," aku menyanggahmu, "siapa juga yang tidak terkejut dan berteriak ketika melihatmu seperti itu." Kamu sepertinya memang diutus juga sebagai pelawak, walaupun sebenarnya banyak hal yang tidak lucu, tapi, lewat kamu malah terasa lebih lucu. Haha, dasar bucin!  Salah satunya momen beberapa menit yang lalu. Melalui pertanyaanmu dan diakhiri deng

[SAAT KITA CERITA NANTI] APAKAH PUISI-PUISI ITU TELAH SAMPAI PADAMU

Gambar
Saya telah berdiri di depan rumahmu, tepatnya depan pintu besi bercat putih yang tak lagi utuh. Tidak ada tanda-tanda kamu di dalamnya. Kamu sedang pergi, ya? Tanyaku pada diri. Jaket tebal yang kukenakan ditambah syal rajut cokelat tua ini sepertinya tak cocok untuk musim kali ini. Oh benar saja, saya salah mengenakan outfit di negara tropis menjelang kemarau, panas sekali. "Halo?!" Suaramu terdengar dari ujung ponsel. Saya yang sedari tadi menggenggamnya refleks mengangkat dan menekan warna hijau di layar. Halo? "Saya meletakkannya di depan pintu bercat putih pudar. Tak banyak waktu. Saya harus pamit." "Hei, tunggu!" Saya bergegas menutup panggilan dan memasukkan kembali ke dalam saku jaket. Melihat seklilas jam dipergelangan tangan membuat sedikit tergesa-gesa. Untuk sampai bandara, waktu yang dibutuhkan dua-puluh menit, dari sini cukup. Saya meletakannya di ujung pintu paling ujung yang warnanya tak lagi utuh. "Semoga kamu sampai, ya." Pesawa

[SAAT KITA CERITA NANTI] BAGAIMANA DENGAN BUKU PERTAMAMU (BAGIAN 1)

Gambar
"Puisi Joko Pinurbo?" Seseorang telah tiba, berdiri disampingku menatap buku yang berjejer rapi di rak. Tapi, aku tidak mengetahui siapa orang ini.  "Iya," balasku lirih. Tak ada jawaban lagi. Kedua sudut mataku menangkap sesekali. Orang-orang yang berlalu-lalang, berhenti dan menatap jajaran rak buku sama seperti yang dilakukan 'seseorang' beberapa menit yang lalu. Apa peduliku tentang pertanyaan itu? Aku kembali mengamati buku per buku. Membolak-baliknya, membaca bagian blurb, harga, dan mengagumi setiap kover buku. Beberapa buku ada yang sudah lepas dari plastiknya, terbuka. Entah, aku juga tidak terlalu mengerti, apakah memang disengaja oleh petugas toko buku atau tangan-tangan penasaran. Tetapi, apapun itu, aku cukup berterima kasih, karena bisa membaca sekilas isi buku. Iya, setidaknya sebelum final memutuskan untuk membawanya ke kasir. "Srimenanti, kamu sudah baca?" Suara itu lagi. Aku menoleh ke kanan dan kiriku. Seperti tahu p

[SAAT KITA CERITA NANTI] LANGIT HARI INI

Gambar
Hari ini aku memutuskan keluar rumah setelah hampir satu minggu berdiam diri dalam kamar. Iya, sebetulnya tidak juga, karena bolak-balik kamar kecil, ruang makan, ruang keluarga, atau mengambil sesuatu dari lemari yang berada di ruang tamu. Terlebih, tiga hari belakangan, hujan terus mengguyur kota tempatku tinggal, seperti sah-sah saja ketika memutuskan hanya untuk beraktivitas dalam rumah dan ternyata hujan mengguyur selama itu. "Aku keluar dulu, ya, Bu! Sekadar jalan-jalan keliling kompleks dan desa seberang," pamitku, "assalamu'alaikum." Aku menutup pintu rumah sekaligus membawa satu buku puisi serta tas berisi kamera miroless dan dompet. Aku memilih jalan di trotoar, atau ketika jalan ini putus, aku tetap berada di kiri jalan dan sebisa mungkin tetap mengamati sekitar, termasuk kendaraan bermotor yang lalu-lalang. Beberapa ruas jalan terlihat masih membekas air hujan yang menjadi genangan. Hujan yang baru berhenti dini hari tadi, bahkan, di bebe

[SAAT KITA CERITA NANTI] SINGKAT

Gambar
di persimpangan jalan, ada yang dipertemukan; saling sapa yang tak pernah berakhir. *** Apa kamu pernah mengalami kejadian, di mana semua rasanya begitu singkat? Aku tidak akan menyuruhmu untuk mengingat-ingat sesuatu yang telah lama terjadi. Sungguh, itu sedikit berat, tetapi bisa jadi dengan beda individu akan terasa sangat memuakkan dan tidak menyenangkan. Lucu, aku baru menyadarinya beberapa hari yang lalu. Ini tentang pertemuan. Kurasa kamu juga akan memikirkan hal yang sama tentang ini.  Orang-orang selalu memenuhi tempat, termasuk aku. Tetapi, untuk hari itu, aku lebih memilih menepi dan menikmati pemandangan hijau dan teduh serta orang-orang yang lalu-lalang. Beberapa kali orang yang melintas dan melihatku, ada yang menyapa, ada juga yang tidak peduli, karena tidak kenal. Orang-orang yang hilir mudik itu memiliki aneka ragam ekspresi; senang, sedih, diam, marah. Ada yang tertawa, sedikit menekuk muka, menunduk, atau diam, ya, datar saja ekspresinya. Terkadang, dari

[SAAT KITA CERITA NANTI] DENGERIN DULU, YA?

Gambar
Biar lega, aku kembali menulis.   Sudah hampir setahun lebih aku tidak melakukan aktivitas yang membawaku sampai ke titik ini. Iya, sudah lama sekali tidak membenamkan diri untuk menulis fiksi. Mungkin kamu akan scroll terakhir aku memposting tulisan di blog ini. Iya, di tahun 2019 dan kembali menulis lagi saat posting esai untuk perlombaan pada Maret 2021. Haha, lama banget, ya? Aku ingat saat itu kuputuskan untuk nggak rajin-rajin banget nulis fiksi terutama cerpen saat menginjak semester tujuh, sekitar tahun 2019. Di semester itu, rasanya emang benar-benar sibuk, kegiatan di luar kampus banyak banget, tapi, pengalaman luar biasa, dan melewati semester itu, aku menyadari banyak hal di luar zona nyamanku. Haha. Parah, ya? Lanjut ke semester delapan, kuniatkan untuk fokus ke tugas akhir. Bisa-bisa. Aku tidak menulis cerpen, kalaupun ada cerpenku di tahun 2019-2020, kebanyakan tidak menemui akhir. Heuheu. Tetapi, untuk puisi, aku masih menulis, walaupun, semakin tidak jela