Postingan

Menampilkan postingan dengan label Esai

TANGAN-TANGAN SURGA

Gambar
Kau pernah melihat malaikat? Sepertinya tidak. Karena penggambaran malaikat selama ini adalah memiliki sayap, putih, dan besar. Tetapi, kurasa kau pernah melihatnya, malaikat dalam bentuk lain yang sengaja Tuhan ciptakan untukmu, malaikat tanpa sayap yang kini tengah berjuang demi masa depanmu. Aku senang menyebutnya sebagai malaikat tanpa sayap. Kurasa kau sependapat denganku akan hal ini. Karenanya adalah perwakilan Tuhan di muka bumi ini untuk menjaga serta merawat hingga menjadikanmu bermanfaat bagi sesama di sepanjang hidup yang kau jalani. Karenanya lagi adalah tangan-tangan Tuhan yang sengaja diciptakan untuk mendidikmu hingga menjadi baik dan senantiasa menebar kebaikan seperti yang ia lakukan padamu sejak lama. Malaikat tanpa sayap itu adalah kedua orangtuamu, yang hingga detik ini merawat serta mendoakanmu selalu tanpa henti. Di sepanjang langkahnya selalu tersematkan namamu. Karena baginya, kau adalah harta yang tak dapat ditukar dengan nominal, apalagi selembar kertas t

DARI OBROLAN TURUN KE HATI

Gambar
  “Cuma perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca. Cari buku itu. Mari jatuh cinta .” (Najwa Shihab) Ketika pertama kali membaca kutipan itu pada salah satu konten toko buku online di instagram, saya mulai berpikir ulang dan bertanya-tanya tentang satu buku yang berhasil membawa sampai ke titik ini. Buku apa dan siapa penulisnya, ya? Saat itu masih di bangku sekolah menengah pertama, satu buku berjenis novel dari penulis Semarang yang sempat menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Iya, novel Ketika Cinta Bertasbih-nya Habiburrahman El-Shirazy atau Kang Abik. Saya banyak terkejutnya ketika tahu dalam novelnya ada latar tempat di kecamatan tempat tinggal. Sangat menakjubkan! Novel ini best-seller, lho, nggak main-main! dan semakin kagum ketika membaca profil Kang Abik di bagian akhir halaman, tertulis pernah nyantri di salah satu pondok pesantren di Mranggen, Demak. Lho, tetangga kecamatan! Saya ingat, saat itu dalam diri saya, meresponnya dengan heboh. Per

MENDENGAR CERITAMU HARI INI

Gambar
  Hari ini sudah menjadi pendengar yang baik, setidaknya untuk diri sendiri? Setahun terakhir, pertanyaan itu sering berdesakan di kepala, seolah meminta saya untuk lekas menjawab: ya, sudah . Nyatanya pertanyaan itu malah bolak-balik berdesakan di pikiran, memberi pertanyaan dan melemparkan kembali pertanyaan itu. Setelahnya, saya merasa lelah dan mager. Orang-orang juga demikian. Di kepalanya penuh dengan berbagai pertanyaan, belum lagi masalah-masalah dan harus dihadapi, atau hal lainnya yang selalu memenuhi kepala. Pusing? Iya, pusing. Berat? Iya memang berat. Kalau dalam film NKCTHI bilang, “sabar satu per satu.” Benar juga, yang terjadi ada jalan keluar. Namun, tidak semua jalan keluar langsung muncul di hadapan, ada yang harus dicari dulu sampai muter-muter [1] , ada juga yang sudah berkeliling eh malah jalan keluar sudah ada di depan mata. Setelah masalah satu selesai, masalah lain juga datang. Kroyokan [2] . Tenang, bukan kamu aja, kok . Kalau kata Mas Iid di bukunya, “

[ESAI] TEMPAT TINGGAL AIR

Gambar
Coba ceritakan tentang sesuatu yang terlintas dalam benakmu ketika mendengar kata air? Pertanyaan itu akan menggiring ke suatu hal berkaitan dengan air, biasanya dekat dengan pengalaman, fenomena disekitar, atau aktivitas sehari-hari. Begitu juga dengan saya, ketika mendengar kata air , setidaknya muncul ingatan terkait itu, beberapa diantaranya adalah ungkapan dari Ibu Guru PAI sewaktu SMP dan air yang ada dalam diri manusia. “Air itu jujur.” ucap Ibu Guru PAI saat itu. Saya kira pelajaran agama hanya seputar fiqih, akhlak, atau ketauhidan. Penjelasan materi agama hari itu seperti berjalan jauh sampai sekarang. Bagaimana tidak, sampai di hari ini, saya menyadari sesuatu, salah satunya ungkapan beliau tentang air itu jujur . “Air akan mengalir dari tempat tinggi menuju rendah.” lanjut beliau, “air juga akan menempati ruang yang kosong dan celah-celah yang rendah, karena air tau di mana tempat akan tinggal.” Bertahun-tahun usai hari itu berlalu, pikiran saya penuh ketika mendenga

[ESAI] AKU, POHON, DAN LANGIT BIRU

Gambar
AKU, POHON, DAN LANGIT BIRU Oleh: Amaliya Khamdanah Aku adalah bagian dari manusia millenial yang hidup di tahun dua-ribu-tujuh-belas. Tahun di mana teknologi semakin canggih dan berkembang pesat. Bagaimana tidak, coba lihat sekitarmu, dari anak sekolah dasar hingga kakek-nenek memegang gadget—tak buta teknologi. Dan aku percaya, di masa mendatang teknologi akan semakin canggih lagi tanpa mengenal ruang dan batas. Namun apakah kita menyadari ada hal buruk yang sedang mengintai kita di masa mendatang? Apa itu, aku tak melihatnya? Tentu, kita tak akan melihatnya sekarang, tetapi beberapa pakar di dunia sudah memprediksi hal buruk tersebut akan terjadi. Contoh yang sering kita hadapi saat ini adalah global warming atau pemanasan global. Pemanasan global sekarang menjadi lawan kita, di mana gas rumah kaca menjadi faktor utamanya, seperti; gas buang kendaraan bermotor, gas buang dari pabrik, pembakaran sampah, bahkan hutan. Kamu tahu apa dampaknya? Gas rumah kaca menyerap

[ESAI] IDOLA DARI TANAH JAWA

IDOLA DARI TANAH JAWA Oleh: Amaliya Khamdanah Mengidolakan idola di zaman modern sudah menjadi hal yang biasa bagi remaja, terlebih ketika gadget sudah menguasai kehidupan para remajanya. Lihat saja dilingkungan tempat tinggal, satu orang satu gadget sudah menjadi kewajiban bahkan lebih dari itu juga banyak. Tak salah lagi jika remaja di Indonesia juga mengikuti trend luar negeri, misalnya memiliki banyak akun di jejaring internet, selfie—yang kini menjadi keseharian remaja—di Indonesia, cara berpakaian, cara berbicara, bahkan perilakunya pun mengikuti trend . Alih-alih dengan alasan mengikuti perkembangan zaman agar tidak menjadi golongan manusia yang gaptek , kuper atau apalah namanya. Misalnya yang dilakukan para remaja di Indonesia yang kebanyakan mengikuti cara berpakaian dan tingkah laku sang idola. Rambut diwarnai dengan warna pelangi, celana robek, bahan pakaian kurang dan masih banyak lagi, yang dianggap adalah suatu kewajaran dan kemodernisasian. Parahnya lagi