HAMPIR MENANGIS DI ENDGAME GOES TO CAMPUS
Acara Endgame Goes to
Campus yang berlangsung di Universitas Diponegoro pada 19 Desember lalu
berhasil membuatku tidak mengantuk, padahal durasi obrolan cukup lama. Aku
ingat, bukan sekali atau dua kali ketika menghadiri acara formal seperti kajian
dan ceramah, keseringan ketiduran ditengah-tengah acara. Malah yang ini justru
sebaliknya. Aku benar-benar senang dan ingin sekali mendengarkan lagi dan lagi.
Saat perjalanan menuju
Undip yang berlokasi di Tembalang, Semarang, sempat terlintas, “Jangan-jangan
nanti aku menangis? Eh, tidak mungkin. Kan obrolan Endgame kali ini tentang
pendidikan. Tidak mungkin kalau membuat menangis, malahan buat mikir lama karena
terlalu kompleks.”
Pendidikan yang
Berakar, adalah tema yang dibahas bersama Gita Wirjawan dan Watiek Ideo. Acara
berlangsung di auditorium Dekanat Fakultas Tenik. Aku sudah menduga, pasti akan
penuh dan benar adanya. Satu ruangan penuh dengan mahasiswa/i dan masyarakat umum
dari beragam profesi, terutama di bidang pendidikan.
Ada yang membuatku
cukup terkejut ketika MC menyebut best-paper dan tidak lama
setelah itu, seorang laki-laki dengan iket di kepala maju ke panggung dan
mempresentasikan hasil atau lebih tepatnya menceritakan latar belakang
terkait paper-nya. Bagian ini membuatku terpukau sekaligus nyesek.
Anak Usia Emas, Ayah
dan Ibu Cerdas: Pembelajaran Sepanjang Hayat untuk Orang Tua, adalah judul dari
best-paper tersebut yang ditulis oleh Eleazar dan Schalke.
Beberapa data terkait
tingkat pendidikan orang tua akan berpengaruh dengan kecerdasan anak juga
disebutkan di sini. Sepasang mataku tiba-tiba terasa pedas, bukan karena
kelilipan, tetapi, mengetahui fakta yang menyedihkan. Saat itu aku teringat
rumah. Rasanya ingin menangis, tetapi, segera kuurungkan. Ini, kan, bukan acara
ESQ. Aku hanya mengatakan pada diriku, “Aku bersyukur sekaligus sedih.”
Jika dilihat dari
judul, kamu pasti sudah bisa menebak isi dari paper itu,
tetapi, jika bisa membaca lebih lengkap, aku akan lebih senang. Kapan-kapan
akan kucari lagi. Dalam presentasi alias cerita yang super singkat itu, Kak
Eleazar mengatakan, “Kesepian yang dialami oleh anak-anak yang ditinggal orang
tua bekerja.” Menyadari hal tersebut terjadi sejak lama dan turun temurun, kamu
merasakan juga, kah?
Saat bercerita, Kak El memperlihatkan beberapa foto, salah satunya seorang dewasa yang sedang membawa buku dengan latar belakang rak-rak berisi buku-buku. Bagian ini berhasil membuat ingatan masa kecil yang sangat jauh dengan buku-buku. Jangankan buku, membaca saja tidak lancar, “Beruntung sekali lahir di keluarga yang melek literasi sejak dini.” Lagi-lagi sepasang mataku kebas. Ingin rasanya langsung menangis. Ah, sialan.
Obrolan antara Pak Gita dan Ibu Watiek dimulai. Satu ruangan khidmat menyimak, sesekali tertawa karena hal lucu. Aku yang secara tidak sengaja kembali menginjakkan kaki diranah pendidikan lagi walaupun tidak sedalam orang-orang yang berprofesi sebagai guru atau konsultan pendidikan, merasa pendidikan bukan ranah yang bisa disepelekan, bagian ini menyangganya juga cukup berat. Tidak hanya satu tim pendidikan yang bergerak, tetapi semua lapisan masyarakat dan pemerintah.
Komentar
Posting Komentar