[SAAT KITA CERITA NANTI] SINGKAT

di persimpangan jalan, ada yang dipertemukan; saling sapa yang tak pernah berakhir.
***
Apa kamu pernah mengalami kejadian, di mana semua rasanya begitu singkat? Aku tidak akan menyuruhmu untuk mengingat-ingat sesuatu yang telah lama terjadi. Sungguh, itu sedikit berat, tetapi bisa jadi dengan beda individu akan terasa sangat memuakkan dan tidak menyenangkan.

Lucu, aku baru menyadarinya beberapa hari yang lalu. Ini tentang pertemuan. Kurasa kamu juga akan memikirkan hal yang sama tentang ini. 

Orang-orang selalu memenuhi tempat, termasuk aku. Tetapi, untuk hari itu, aku lebih memilih menepi dan menikmati pemandangan hijau dan teduh serta orang-orang yang lalu-lalang. Beberapa kali orang yang melintas dan melihatku, ada yang menyapa, ada juga yang tidak peduli, karena tidak kenal.

Orang-orang yang hilir mudik itu memiliki aneka ragam ekspresi; senang, sedih, diam, marah. Ada yang tertawa, sedikit menekuk muka, menunduk, atau diam, ya, datar saja ekspresinya. Terkadang, dari menyimak orang-orang ini, aku tertawa. Ada yang lucu dan ada pula yang mengingatkanku pada diri sendiri.

Begini, seperti saat aku melihat orang yang berjalan dengan ekspresi muka datar. Beberapa pertanyaan muncul dibenakku, "Ekspresi seperti itu apakah mirip denganku saat diam? Atau jangan-jangan aku juga begitu, ya?" Oh sungguh, jika iya, ini akan sangat menakutkan bagi yang melihatnya. "Apa yang dipikirkan orang itu, ya, sehingga membuatnya berjalan tanpa ekspresi?" Ah, jelas, pasti di pikirannya banyak hal-hal yang berdesakan atau pertanyaan-pertanyaan seputar hidupnya, sehingga selama perjalanan yang ditempuhnya dengan berjalan kaki, ia memilih datar saja. "Oh iya, kan, orang itu berjalan sendirian." Hehe.

Aku jadi ingat dengan candaan khas dari kawanku dulu. "Orang-orang yang tampak tergesa itu, tidak menikmati cara jalannya. Coba lihat kita?" Aku melihat ke arahnya yang persis berjalan di sampingku. "Kita pelan sekali berjalan. Iya, anggap saja kita menikmati perjalanan menuju kelas ini penuh penghayatan. Dihayati!" Bukannya saling mengiyakan, kami malah tertawa.

Benar, ya, dalam berjalan saja, orang-orang memiliki banyak ekspresi. Entah saat itu, orang lain melihat atau tidak melihat. Begitu juga dengan orang tersebut, apakah ia benar sadar dan tahu akan ekspresi yang tampak tersebut, atau sebaliknya. Faktor-faktor internal yang ada dalam diri sangat berpengaruh, hingga menampakkan ekspresi yang sedemikian rupa. Oh iya, dari faktor eksternal atau sekitar juga berpengaruh. Apa, ya?

Ketika ia berjalan sendiri, yang disibukkan adalah dirinya. Akan berbeda jika ada teman. Dua orang atau lebih yang berjalan (dalam satu kelompok), akan ada interaksi dan komunikasi. Lalu apa saja yang dibicarakan? Banyak hal, dari yang ada di sekitar, sampai sesuatu yang menjadi masalah atau pertanyaan dari individu-individu tersebut. Masih ingat, hal apa yang membuatmu betah berbicara dengan teman-temanmu?

"Halo!"

Eh? "Hai, Kaa!"

Aku melihat senyum lebarnya yang baru saja melintas. Ia dengan temannya menaiki kendaraan bermotor. Aku menyimak lajunya sampai tak terlihat dari posisiku berjalan. Ada rasa senang dan bahagia. Sederhana, ya?

Aku jadi teringat, Eyang Freud dalam obrolannya pernah berkata, kalau dalam diri manusia ada bagian sadar dan tak sadar, tetapi ketika sadar pun kadang tak menyadarinya. Aku baru menyadari satu hal lewat ini, orang yang berjalan dan kejadian-kejadian singkat seperti ini. Apa ini kesadaran?

Komentar