[SAAT KITA CERITA NANTI] BAGAIMANA DENGAN BUKU PERTAMAMU (BAGIAN 1)

"Puisi Joko Pinurbo?"

Seseorang telah tiba, berdiri disampingku menatap buku yang berjejer rapi di rak. Tapi, aku tidak mengetahui siapa orang ini. 

"Iya," balasku lirih. Tak ada jawaban lagi.

Kedua sudut mataku menangkap sesekali. Orang-orang yang berlalu-lalang, berhenti dan menatap jajaran rak buku sama seperti yang dilakukan 'seseorang' beberapa menit yang lalu. Apa peduliku tentang pertanyaan itu? Aku kembali mengamati buku per buku. Membolak-baliknya, membaca bagian blurb, harga, dan mengagumi setiap kover buku.

Beberapa buku ada yang sudah lepas dari plastiknya, terbuka. Entah, aku juga tidak terlalu mengerti, apakah memang disengaja oleh petugas toko buku atau tangan-tangan penasaran. Tetapi, apapun itu, aku cukup berterima kasih, karena bisa membaca sekilas isi buku. Iya, setidaknya sebelum final memutuskan untuk membawanya ke kasir.

"Srimenanti, kamu sudah baca?" Suara itu lagi. Aku menoleh ke kanan dan kiriku. Seperti tahu pandanganku mencari asal usulnya, suara itu kembali terdengar. "Aku di belakangmu." Aku menoleh.

"Hai, perkenalkan namaku Za."

Deg!

Dahiku mengernyit, bertanya-tanya, siapa dia, mengapa tiba-tiba memperkenalkan nama, dan lagi-lagi, sepertinya orang itu tahu sesuatu di pikiranku. Ah, sial!

"Sebagai sesama booklovers, kan? Iya, walaupun terdengar aneh, sih. Maaf, ya, kalau malah mengganggu me-timemu." ucapnya, lalu berbalik arah dan meletakkan lagi buku Srimenanti di bagian jajaran buku Joko Pinurbo. Dia melakukannya tepat di bagian Srimenanti, lagi! Langkahnya menjauh dari barisan rak tempatku berdiri.

Ada-ada saja hari ini. Pikirku dengan helaan napas panjang. Tiba-tiba tanganku meraih buku berkover biru itu. Perpaduan warna biru dan putih yang saling berkolaborasi. Cantik sekali! Eh, tunggu, bukankah buku ini adalah karya novel pertama Joko Pinurbo, ya? Dan salah satu bagiannya terinspirasi dari puisi Sapardi Djoko Damono?

"Za!"

Aku memanggilnya. Laki-laki itu menoleh ke arahku. Aku baru menyadarinya, ternyata dia berdiri di rak seberang yang hampir berhadap-hadapan denganku. 

"Iya?" balasnya tampak ragu-ragu.

"Namaku, Eka."

Laki-laki bernama Za tersenyum.

Komentar