[SAAT KITA CERITA NANTI] ANAK LAKI-LAKI YANG KEMBALI MENANGIS
Aku melihatnya siang itu, seorang
laki-laki di beranda kelas dengan sepasang mata yang menangis. Aku tak
mengeluarkan sepatah kata, hanya dalam kepala riuh sekali dengan
pertanyaan-pertanyaan. Laki-laki itu masih berdiri di sana, memandang lebih
jauh dari luas lapangan yang telah sepi. Mengapa dia menangis dan
kenapa harus menangis di beranda kelas?
Aku telah kembali ke halaman 2023,
menjumpai diriku yang masih mengingat kejadian siang itu di suatu beranda. Aku
tidak tahu mengapa justru ingatan seperti itu masih melekat dalam kepalaku,
padahal kejadian itu tidak bersinggungan sekali dalam hidup, dan terlebih masih
banyak hal menyenangkan yang bisa kuingat.
Aku di usia lebih dari 20 tahun baru
memahami, tentang laki-laki dan air mata yang tidak boleh jatuh bersamaan.
Menangis bagi laki-laki adalah hal cengeng dan harus dihindari. Seberat apapun
kondisi mereka, laki-laki tidak boleh menangis. Aku terkejut. Penilaian itu
langgeng sampai hari ini. Kepalaku kembali penuh dengan hal-hal lama yang
saling berkaitan. Aku kembali mengingat-ingat, selain kejadian beranda kelas,
tidak ada orang-orang dewasa di sekitarku yang menangis. Mereka selalu
tersenyum dan tertawa. Mungkin ingatan siang itu sengaja masuk dalam ruang di
kepalaku, sebagai sesuatu yang harus aku pelajari kelak.
Di kursi panjang ruang tamu seorang
laki-laki paruh baya duduk sendiri, di hadapannya hanya ada meja usang tanpa
cemilan. Aku tidak tahu seperti apa isi kepalanya, namun, sorot dari sepasang
mata yang enggan beralih melihat jendela membuatku tersadar. Ada yang tengah
menangis dalam diam.
Aku kembali menjumpai laki-laki
paruh baya itu lagi di lain hari. Pandangannya menembus jauh. Sepasang mata
yang berkaca-kaca. Apakah setiap laki-laki harus menahan diri untuk
tidak mengeluarkan air matanya? Ada sesak yang membekas.
Kamu seorang
laki-laki dan jangan menangis lagi, ya? Anak laki-laki itu dengan penuh semangat
berlari memegang pesawat kertas di halaman rumah. Kakek dan nenek tersenyum.
Anak laki-laki pertama mereka telah kembali menemukan bahagia.
Kini, anak laki-laki itu kembali
menangis di kursi panjang setelah usianya lebih dari 50 tahun. Tak ada yang
melarang untuk tidak menangis setelah bertahun-tahun kesedihan yang disimpan
dalam ruang paling dalam.
Komentar
Posting Komentar