[SAAT KITA CERITA NANTI] JIKA ADA SERIBU BINTANG DI ATAS KEPALAMU


Saya sudah memesan balkon serta teleskop di nomor dua-dua-satu. Pesanmu yang kuterima sepuluh menit yang lalu melalui e-mail. Sedikit mengernyitkan dahi dan mendekatkan ponsel ke pandangan mata.

"Apa aku tak salah membaca?" Gumamku dan terus membaca ulang pesanmu itu.

Ah iya, aku hampir melupakan satu hal. Kamu termasuk orang yang selalu menikmati langit. Kamu selalu bercerita apa saja tentang langit, dari sains sampai imajinasimu. Bahkan, dongeng yang sering kita dengar sewaktu kecil tentang pohon dan raksasa tinggal di langit juga sering kamu ulang. Kamu selalu bertanya-tanya, apakah benar di langit ada kehidupan lain? Setiap hari langit akan berubah-ubah goresan, terlebih awan. Kalau sudah begitu, aku berkata lirih, Maha Suci Allah dengan segala keindahanNya. Kamu tersenyum.

Ketika memandangmu,
aku dapat menjelaskan kepada semesta
mengapa Tuhan mencintai keindahan.

Tiga bait puisi itu ada di buku Kasmaran, bagian puisi Bakat Memuja. Satu dari beberapa buku puisi yang sering kita bicarakan sewaktu bertemu.

Sampai jumpa jam sebelas malam, ya. Pesanmu kembali kuterima. Aku tersenyum. 

Aku telah sampai di tempat sesuai pesanmu, tetapi, pikiranku masih melalang buana. Selepas itu, belum ada pesan lagi darimu. Aku bisa memahami, kamu juga mempersiapkan diri untuk hal ini, kan. Tentu. Tidak banyak waktu yang bisa kita gunakan untuk sekadar sebuah pertemuan usai tahun pertama berlalu. Kegiatan masing-masing kita telah mempersempit waktu dan menjauhkan jarak.

Aku telah kembali pada diriku—yang tengah duduk di kursi kayu dengan meja persegi di hadapan. Tak jauh dari tempatku, teleskop telah siap digunakan. Katamu, aku tinggal mendekatkan mata pada bagian eyepiece dan semua akan beres. Aku tersenyum lagi. Kamu benar-benar melakukannya dengan baik, ya. Laptop di hadapanku juga sudah menyala otomatis. Apa ini dikendalikan menggunakan sensor? Kamu mengaktifkan dari jauh atau sebelumnya telah terprogram? Lagi-lagi aku tersenyum. Ulahmu yang mencintai sains, teknologi, dan imajinasi telah membawa pada perjalanan jauh.

Seseorang datang dengan membawa makanan dan minuman khas desa, "Mengirimkan pesanan dari Saudara Eka." Katanya ramah, dan meletakkan semuanya di meja. Aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Ah kamu, lagi-lagi melakukannya dengan teratur.

"Halo, assalamu'alaikum, Bu Guru," Kali ini aplikasi chat berwarna hijau menyala. Panggilan video. Itu kamu! Aku tersenyum.
"Wa'alaikumsalam, Pak Astronom,"
"Malam ini kamu bisa melihatnya, sebentar lagi."
Aku mengiyakan ucapannya, sambungan terputus.

Laptop di hadapanku kembali menyala setelah tertidur beberapa menit. Aku berjalan mendekati teleskop yang teropongnya telah mengarah ke langit. Malam ini langit bersih, polusi cahaya minim, dan seperti berlian yang berhamburan di langit. Aku melihatnya. Bersinar! Bintang-bintang bertebaran di luas jagat langit malam. Tak henti-hentinya tertegun. Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar.

Ada beberapa bintang yang tampak lebih besar dari yang lain. Ada beberapa warna juga yang terlihat, seperti kemerahan dan kebiruan.  Semakin lama bintang-bintang itu mengelilingiku, tersenyum, dan mengajak bernyanyi lagu itu.

Bintang kecil di langit yang biru,
amat banyak menghias angkasa
Aku ingin terbang dan menari
jauh tinggi ke tempat kau berada.

Komentar