[SAAT KITA CERITA NANTI] APAKAH PUISI-PUISI ITU TELAH SAMPAI PADAMU


Saya telah berdiri di depan rumahmu, tepatnya depan pintu besi bercat putih yang tak lagi utuh. Tidak ada tanda-tanda kamu di dalamnya. Kamu sedang pergi, ya? Tanyaku pada diri.

Jaket tebal yang kukenakan ditambah syal rajut cokelat tua ini sepertinya tak cocok untuk musim kali ini. Oh benar saja, saya salah mengenakan outfit di negara tropis menjelang kemarau, panas sekali.

"Halo?!"

Suaramu terdengar dari ujung ponsel. Saya yang sedari tadi menggenggamnya refleks mengangkat dan menekan warna hijau di layar. Halo?

"Saya meletakkannya di depan pintu bercat putih pudar. Tak banyak waktu. Saya harus pamit."
"Hei, tunggu!"

Saya bergegas menutup panggilan dan memasukkan kembali ke dalam saku jaket. Melihat seklilas jam dipergelangan tangan membuat sedikit tergesa-gesa. Untuk sampai bandara, waktu yang dibutuhkan dua-puluh menit, dari sini cukup.

Saya meletakannya di ujung pintu paling ujung yang warnanya tak lagi utuh. "Semoga kamu sampai, ya."

Pesawat telah lepas landas. Saya telah duduk tepat sebelum panggilan berakhir. Orang-orang mulai menaruh kenyamanan pada kursi penumpang, ada yang memulai membuka snack, buku, atau menutup tirai jendela, mungkin siap-siap tidur. Perjalanan menggunakan paspor akan sangat panjang, terlebih di ujung Timur.

Seperti pohon yang tumbuh menjulang ke atas, puisi-puisi itu menyentuh langit. Embusan angin telah membawanya melaju jauh, sampai pada penerbanganku.

Sudah kamu terima puisi-puisi itu? Ia terbuat dari senyum dan tangismu. Ia menjelma menjadi aku. Yang selalu dekat dalam dekapmu.

Kamu telah menerima dan membacanya, kan? Tebakan saya benar?

Komentar