[ESAI] AKU, POHON, DAN LANGIT BIRU

AKU, POHON, DAN LANGIT BIRU
Oleh: Amaliya Khamdanah


Aku adalah bagian dari manusia millenial yang hidup di tahun dua-ribu-tujuh-belas. Tahun di mana teknologi semakin canggih dan berkembang pesat. Bagaimana tidak, coba lihat sekitarmu, dari anak sekolah dasar hingga kakek-nenek memegang gadget—tak buta teknologi. Dan aku percaya, di masa mendatang teknologi akan semakin canggih lagi tanpa mengenal ruang dan batas.
Namun apakah kita menyadari ada hal buruk yang sedang mengintai kita di masa mendatang? Apa itu, aku tak melihatnya? Tentu, kita tak akan melihatnya sekarang, tetapi beberapa pakar di dunia sudah memprediksi hal buruk tersebut akan terjadi. Contoh yang sering kita hadapi saat ini adalah global warming atau pemanasan global. Pemanasan global sekarang menjadi lawan kita, di mana gas rumah kaca menjadi faktor utamanya, seperti; gas buang kendaraan bermotor, gas buang dari pabrik, pembakaran sampah, bahkan hutan.
Kamu tahu apa dampaknya? Gas rumah kaca menyerap panas dari sinar matahari sehingga panas dari sinar matahari akan tertahan di bumi dan menyebabkan suhu bumi meningkat. Lalu, meningkatnya suhu di bumi membuat es yang berada di kutub mencair serta meningkatkan volume air laut. Kamu tahu kan, kalau volume air laut sudah meningkat berdampak pada apa? Tentu, daratan di muka bumi ini tenggelam. Selain itu, dari asap kendaraan bermotor dan industri juga menyebabkan polusi berupa asap racun, yang suatu saat akan memberikan dampak berupa hujan asam. Kita sudah merasakannya, kan?
Semakin canggihnya teknologi juga harus diimbangi dengan kecintaan kita pada lingkungan. Jangan sampai malah kita yang diperbudak teknologi hingga acuh tak acuh pada lingkungan. Padahal lingkungan dan alam sudah memberikan semuanya kepada kita—manusia—tanpa pamrih. Tugas kita hanya merawat, menjaga, serta melestarikannya.
Aku ingin berbagi cerita sedikit padamu. Tepatnya saat aku berangkat ke sekolah dan menjumpai banyak kendaraan yang bergerak di jalanan, dimulai dari sepeda, lalu sepeda motor, mobil, hingga truk. Kamu tahu? Jalan raya selalu ramai dengan kendaraan yang kusebutkan tadi. Aku mulai berpikir, apa mungkin jalan raya bisa sepi? Lalu apa mungkin ada alat canggih yang bisa mengurangi asap yang keluar dari kendaraan bermotor tersebut dan bisa mengurangi polusi?
Aku juga sering melihat kepulan asap yang keluar dari cerobong-cerobong pabrik, kadang berwarna abu-abu hingga hitam pekat lalu meluas dengan sekali tiupan angin. Aku tidak bisa membayangkan jika suatu saat langit menjadi hitam karena asap-asap tersebut. Tak tampak langit biru yang indah dan damai. Tak tampak lagi keceriaan dari bocah-bocah, yang ada hanya muka tertutup masker dan setiap hari bersembunyi dibalik rumah.
Seorang pak tua mengayuh sepedanya penuh semangat, dengan pohon mangga hasil cangkokan yang ia sengaja letakkan di bagian belakang. Sampai di pekarangan rumah pak tua dengan semangat menggali, meletakkan cangkokan pohon mangga ke tanah. “Esok, kau akan bermanfaat bagi bumi ini.”


Yups, dengan tanaman atau pohon bisa digunakan sebagai penyaring asap kendaraan bermotor. Selain itu ada juga pada bahan bakar kendaraan bermotor. Mengapa? Karena dua hal ini sangat efesien untuk mengurangi emisi gas beracun dari asap kendaraan bermotor.
Kamu tahu manfaat dari sebatang pohon? Dari sebuah kajian penelitian, secara sederhana dapat disimpulkan semakin tinggi pohon yang tumbuh subur di atas tanah akan semakin memberi manfaat lebih di antaranya menghasilkan oksigen 1,2 kg/pohon per hari,  membuat teduh atau sejuk, menyerap panas delapan kali lebih banyak, menjaga kelembapan, menguapkan 3/4 air hujan ke atmosfer, menyerap debu, serta membuat keindahan. Mengapa penanaman pohon perlu digalakkan? Satu pohon menghasilkan 1,2 kg oksigen per hari.
Lalu bagaimana dengan bahan bakar kendaraan bermotor? Seperti yang dilakukan PT. Pertamina—perusahaan di bawah naungan BUMN yang bertugas mengelola penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia—telah melaksanakan program pembangunan kilang Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC), maka penyempurnaan dari program ini melalui pembangunan Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC). Program PLCB dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produksi BBM nasional dan mengurangi ketergantungan impor, yang pada proyek sebelumnya—RFCC—berhasil mengurangi ketergantungan impor sebanyak 40%.
 Tentu pada proyek kilang PLBC atau Proyek Langit Biru tidak melupakan lingkungan. Maksudnya? Peningkatan kualitas BBM yang lebih ramah lingkungan, sehingga kualitas udara lebih terjaga, lebih sehat, dan tetap menjaga langit tanpa merubah warna menjadi gelap. Hal ini dilakukan berdasarkan proyek kilang Pertamina dalam meningkatkan kualitas BBM dari premium (RON 88) menjadi pertamax (RON 92).
Selain melalui penanaman pohon di pekarangan rumah atau kanan kiri jalan sebagai penyerap asap kendaraan bermotor. Melalui Proyek Langit Biru sangat tepat dilaksanakan, karena dengan adanya Proyek Langit Biru manjadi lebih ramah terhadap lingkungan, setidaknya gas-gas beracun dari kendaraan terminimalisir, sehingga suhu udara tetap terjaga.
Bukankah antara aku, pohon, dan langit biru berkesinambungan? Tepat! Jadi, aku adalah bagian dari generasi millennial yang berusaha menjaga lingkungan dengan menggunakan bahan bakar kendaraan yang ramah lingkungan serta menanam pohon sebagai cara untuk menangkap polutan yang tersebar di sepanjang jalan. Kamu tahu mengapa? Agar di masa mendatang anak dan cucu kita juga menikmati betapa indahnya langit biru di atas sana. Kamu pasti tahu dan sadar, bahwa kamu sempat bahkan sering menatap langit biru untuk mendapatkan inspirasi hingga ketenangan batin.

Langit biru seolah-olah menjadi tempat menggantung impian. Kamu menggantungkan impian lalu mengejarnya penuh harap dan optimis untuk masa depan yang lebih cerah. Aku tak bisa membayangkan jika di masa depan langit menjadi kelabu dan terus menerus hujan, lalu di mana anak dan cucu kita menggantungkan impiannya.

Komentar