TANGAN-TANGAN SURGA
Kau pernah melihat malaikat? Sepertinya tidak. Karena penggambaran malaikat selama ini adalah memiliki sayap, putih, dan besar. Tetapi, kurasa kau pernah melihatnya, malaikat dalam bentuk lain yang sengaja Tuhan ciptakan untukmu, malaikat tanpa sayap yang kini tengah berjuang demi masa depanmu.
Aku
senang menyebutnya sebagai malaikat tanpa sayap. Kurasa kau sependapat denganku
akan hal ini. Karenanya adalah perwakilan Tuhan di muka bumi ini untuk menjaga
serta merawat hingga menjadikanmu bermanfaat bagi sesama di sepanjang hidup
yang kau jalani. Karenanya lagi adalah tangan-tangan Tuhan yang sengaja diciptakan
untuk mendidikmu hingga menjadi baik dan senantiasa menebar kebaikan seperti
yang ia lakukan padamu sejak lama.
Malaikat
tanpa sayap itu adalah kedua orangtuamu, yang hingga detik ini merawat serta
mendoakanmu selalu tanpa henti. Di sepanjang langkahnya selalu tersematkan
namamu. Karena baginya, kau adalah harta yang tak dapat ditukar dengan nominal,
apalagi selembar kertas tanpa makna.
Aku
belajar banyak darinya, tentang orangtuaku; bapak dan ibuku. Ada banyak kisah
yang sebenarnya hendak kubagi, tetapi waktu tak memungkinkan. Lewat penggalan
aksara sederhana ini, semoga aku, kau, dan yang sempat membaca judul tulisan
ini merenungkan.
Orang-orang
selalu berkata, surga itu ada di telapak kaki ibu. Dulu, sewaktu masih
bocah yang sering keluar ingus dari hidung, aku benar percaya dan mencoba
mencari kebenarannya. Ketika ibu tertidur pulas, aku diam-diam mengintip
telapak kakinya. Namun aku tak melihat apapun di sana, yang kulihat hanya
guratan-guratan kasar di telapak kakinya. Aku masih mencari tahu lagi, hingga
kembali kutemukan guratan-guratan kasar di telapak tangannya. Kasar sekali. Aku
memegangnya perlahan, lalu memegang telapak tanganku. Sungguh jauh berbeda.
Bahkan di kedua kaki dan tangannya tak ada surga.
Kukira
surga di telapak kaki ibu akan kutemui lagi setelah beberapa hari sengaja tak
kucari. Namun, perkiraan gilaku tidak dapat dibuktikan. Aku tak menjumpai surga
itu dan aku tak kecewa. Semakin hari usiaku bertambah, pun pada malaikat tanpa
sayapku. Tak hanya pada usiaku, pada pemikiranku pun (semoga) bertambah,
layaknya pemikiran ke depan dari kedua orangtuaku.
Abu
Bakar bin Abu Syuaibah menyampaikan kepada kami dari Syarik bin Abdullah, dari
Manshur, dari Ubaidillah bin Ali, dari Abu Salamah as-Sulami bahwa Nabi SAW
bersabda, “Aku berpesan kepada seseorang agar berbakti kepada ibunya, aku
berpesan kepada (setiap) orang agar berbakti kepada ibunya (tiga kali). Aku
berpesan kepada (setiap) orang agar berbakti kepada ayahnya. Aku berpesan kepada
(setiap) orang agar berbuat baik kepada kerabat dekatnya, sekali pun dia
mengalami gangguan yang menyakitkan dari kerabatnya tersebut.” (Kitab Sunan
Ibnu Majjah, bab kitab Adab).
Rasul
Muhammad pun menyeru pada ummatnya untuk berbakti pada kedua orangtua, bahkan
pada ibu sampai pada tiga tingkatan. Aku berdiam diri, mencoba mengingat
hal-hal yang pernah ibu lakukan padaku.
Ibu
mengandungku selama sembilan bulan lebih sepuluh hari. Aku tidak bisa
membayangkan selama itu ibu membawaku ke mana-mana. Ibu tak mengeluh sama
sekali, bahkan menantikan kehadiranku ke muka bumi penuh kasih. Hingga aku
lahir ke muka bumi ini tanpa mengenal siapapun kecuali Tuhanku, serta malaikat
tanpa sayap bernama ibu. Lagi-lagi ibu merawatku penuh kesabaran, kasih sayang
serta cinta yang tulus. Sebelum terbitnya sang surya, hingga terlelapnya aku
dipangkuan ibu, ia selalu bersamaku. Bahkan, ketika sepertiga malam tiba aku
terbangun dan menangis, ibu menggendongku dengan mulut berkomat-kamit seraya mengucap lafal
suci untuk-Nya. Padahal tangisku telah mengusik ketenangan malamnya ketika
bermunajat pada Tuhan.
Hingga
aku bisa berjalan selangkah demi selangkah, berlari, dan terjatuh berulang
kali, ibu tetap dengan sabar mengajariku. Ia tak bosan, bahkan setiap hari
kasih sayang dan cintanya kepadaku bertambah. Kasih ibu kepada beta tak
terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali bagai sang surya
menyinari dunia.
Ibu,
kini aku telah menginjak fase remaja akhir. Selama itu pun cinta kasihmu tak
lekang oleh waktu. Bahkan semakin meningkat setiap harinya. Pun pada kedua
kakakku, ibu berhasil membagi cinta dan kasih sayang sama rata kepada kami.
Ibu
sekarang aku mengerti. Bahwa surga berada di telapak kakimu adalah benar
adanya. Perjuangan, kerja keras, kesetiaan, kesabaran, cinta, kasih sayangmu,
dan hal-hal yang tak terhingga sangat melimpah untukku.
“Apa
yang harus kubalaskan untukmu, Ibu?”
Tak
kudengar jawaban. Hanya seutas senyuman tulus terlontar kearahku. Selalu
berbakti dan memuliakanmu adalah tugasku, Ibu.
Aku
kembali berpikir. Di dunia ini ada banyak sekali ibu. Dan aku membayangkan
kalau semua ibu memiliki sifat dan sikap yang baik sesuai kodrat seorang ibu
pada anaknya dan sebaliknya—anak pada ibunya. Karena sering kudengar berita
mengenai anak menganiaya ibunya sendiri bahkan sebaliknya. Ironis.
Karena
melalui tangan-tanganmu, ibu, bocah-bocah tanpa dosa belajar. Karena melalui
tangan-tanganmu lagi, ibu, bocah-bocah tanpa dosa belajar tata karma, hingga
menjadi manusia terdidik. Dan melalui tangan penuh kasih sayang dan cintamu,
ibu, bocah-bocah tanpa dosa menjadi manusia yang welas asih pada sesama.
Komentar
Posting Komentar