[ESAI] TEMPAT TINGGAL AIR
Coba ceritakan
tentang sesuatu yang terlintas dalam benakmu ketika mendengar kata air? Pertanyaan itu akan menggiring ke suatu hal berkaitan
dengan air, biasanya dekat dengan pengalaman, fenomena disekitar, atau
aktivitas sehari-hari.
Begitu juga dengan
saya, ketika mendengar kata air, setidaknya muncul ingatan terkait itu, beberapa
diantaranya adalah ungkapan dari Ibu Guru PAI sewaktu SMP dan air yang ada dalam
diri manusia.
“Air itu jujur.” ucap
Ibu Guru PAI saat itu. Saya kira pelajaran agama hanya seputar fiqih, akhlak,
atau ketauhidan. Penjelasan materi agama hari itu seperti berjalan jauh sampai sekarang.
Bagaimana tidak, sampai di hari ini, saya menyadari sesuatu, salah satunya
ungkapan beliau tentang air itu jujur. “Air akan mengalir dari tempat
tinggi menuju rendah.” lanjut beliau, “air juga akan menempati ruang yang
kosong dan celah-celah yang rendah, karena air tau di mana tempat akan
tinggal.”
Bertahun-tahun usai
hari itu berlalu, pikiran saya penuh ketika mendengar dan melihat air, seperti
ingin membuktikan apakah benar air akan menempati celah-celah ruang kosong? Cerita
tentang air juga ada di sekitar, tepatnya lokasi tempat tinggal yang berdekatan
dengan air. Desa yang menjadi tempat menetap[1]
berada di bagian pesisir utara dekat Laut Jawa. Tak heran jika berkunjung ke
beberapa desa atau sepanjang jalan Pantura, akan menjumpai petak-petak tambak
atau pantai.
Lebih dari itu,
ketika curah hujan tinggi (dan dengan beberapa faktor lain yang menjadi
penyebab) akan berdampak pada banjir. Awal tahun 2021, beberapa Kecamatan di
Kota Semarang dan beberapa desa di Kabupaten Demak terendam banjir. Bahkan
akses jalan raya utama sempat dialihkan ke jalan alternatif karena ketinggian
air. Tidak hanya itu, fenomena banjir rob atau yang dikenal juga dengan pasang
surut air laut seperti menjadi langganan di beberapa desa di Semarang dan Demak,
termasuk desa tempat menetap. Hampir setiap hari, banjir rob tiba, dengan
ketinggian yang beragam. Jalan dan rumah-rumah yang tidak ditinggikan akan kena
imbasnya. Kalau kata orang-orang, “Omah diduwurke yo bakal uyak-uyakan terus
karo dalan.”[2]
Saya jadi teringat guyonan[3] dari
Bapak Guru sewaktu MAN. Beliau melemparkan pertanyaan disela-sela proses
pelajaran pada saya, “Nggonmu piye, Mal?”[4] Kelas
yang awalnya ramai merespon pertanyaan dari beliau, seketika diam. “Banjir,
Pak.” Saya ingat, hari itu cuaca cerah dan panas, tetapi di desa tempat menetap
kedatangan tamu agung; banjir rob. Seketika teman-teman tertawa tapi penuh
tanda tanya, lha kok bisa? Bapak Guru melanjutkan, “Lho, kan, bener.
Yen Genuk banjir, tempatnya Amaliya ora banjir, begitu sebaliknya. Padahal iki
panas, to? Lho, kan.”[5]
Teman-teman kembali tertawa, entah memahami atau sekadar ikut-ikutan tertawa.
Ada cerita lain lagi,
saya pernah mendengar diri manusia berapa persennya adalah air. Di buku Air
Bagi Kesehatan (2011), disebutkan air menjadi bagian komponen utama dalam
tubuh manusia. Pada berat tubuh pria dewasa 55% sampai 60% adalah air,
sedangkan pada perempuan dewasa 50% sampai 60%.
Masih disumber yang
sama, Departemen Kesehatan (1994) telah mengatur anjuran minum air pada Pedoman
Umum Gizi Seimbang (PUGS) ada 13 pesan, salah satunya pada No. 9, isi pesan
tersebut, “Minumlah air dalam jumlah yang cukup aman.” dan di Tumpeng Gizi
Seimbang adanya anjuran minum air delapan gelas sehari. Sebuah penelitian dari Singapura
(1998) dalam Air Bagi Kesehatan (2011: 2), menyebutkan haus karena
kurang minum air akan berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi tubuh, mood,
dan kognitif.[6]
Artinya membiasakan
diri untuk mengonsumsi air untuk tubuh adalah bagian dari menjaga kesehatan
tubuh. Meskipun demikian, dalam keseharian sering ditemui jumlah konsumsi air
per individu dalam sehari belum sesuai dengan anjuran yang ada. Padahal, air
sebagai salah satu zat gizi makro memiliki fungsi penting dalam tubuh, seperti
metabolisme, pengangkutan dan sirkulasi zat gizi dan non-gizi, pengendalian
suhu tubuh, kontraksi otot, transmisi impuls saraf, pengaturan keseimbangan
elektrolit, dan proses pembuangan zat tak berguna dari tubuh. Tanpa air makhluk
hidup tidak mungkin tumbuh dan berkembang dan tidak ada satu pun reaksi kimia
dalam tubuh dapat berlangsung tanpa adanya air.
Pembahasan tentang
air memang tidak akan ada habisnya. Apalagi jika kita membahasnya dari berbagai
sudut pandang, bagaimana cara agama memandang air sebagai sumber kehidupan,
cara sains menjawab aksi-reaksi atas air, peranan air dalam kesehatan fisik
maupun psikis, dan masih banyak lagi. Setidaknya,
bagi saya, cerita tentang air tidak hanya air itu saja, tetapi lebih dari itu,
baik dari dalam dari luar diri, artinya cerita-cerita di atas akan terus terkenang,
membekas, berproses panjang, dan terus berlanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Santoso, Budi Iman.,
Hardinsyah., dkk. 2011. Air Bagi Kesehatan. Centra Communications.
[1]
Tempat menetap, adalah istilah untuk
tempat tinggal, rumah.
[2]
Omah diduwurke yo bakal uyak-uyakan
terus karo dalan: rumah ditinggikan juga akan kejar-kejaran terus dengan jalan.
[3]
Guyonan: bercandaan
[4]
Nggonmu piye, Mal?: tempatmu
bagaimana, Mal?
[5] Lho, kan, bener. Yen Genuk banjir, tempatnya Amaliya ora
banjir, begitu sebaliknya. Padahal iki panas, to? Lho, kan: lha, kan, benar.
Jika Genuk banjir, tempatnya Amaliya tidak banjir, begitu sebaliknya. Padahal
sekarang panas, kan? Lha, kan.
[6]
Tamasek Polytecnic (TP) and Asian Food
Information Center (AFIC). Singapore Drinking Habits Survey. Singapore. 1998.
(dari buku: Air Bagi Kesehatan).
Mantap jiwa. Suka dengan gaya bahasanya.
BalasHapusTerima kasih, Mas
Hapus