[ESAI] IDOLA DARI TANAH JAWA
IDOLA DARI TANAH JAWA
Oleh:
Amaliya Khamdanah
Mengidolakan
idola di zaman modern sudah menjadi hal yang biasa bagi remaja, terlebih ketika
gadget sudah menguasai kehidupan para remajanya. Lihat saja dilingkungan tempat
tinggal, satu orang satu gadget sudah
menjadi kewajiban bahkan lebih dari itu juga banyak. Tak salah lagi jika remaja
di Indonesia juga mengikuti trend
luar negeri, misalnya memiliki banyak akun di jejaring internet, selfie—yang
kini menjadi keseharian remaja—di Indonesia, cara berpakaian, cara berbicara,
bahkan perilakunya pun mengikuti trend.
Alih-alih
dengan alasan mengikuti perkembangan zaman agar tidak menjadi golongan manusia
yang gaptek, kuper atau apalah namanya. Misalnya yang dilakukan para remaja di
Indonesia yang kebanyakan mengikuti cara berpakaian dan tingkah laku sang
idola. Rambut diwarnai dengan warna pelangi, celana robek, bahan pakaian kurang
dan masih banyak lagi, yang dianggap adalah suatu kewajaran dan
kemodernisasian. Parahnya lagi perilaku dan akhlak remaja Indonesia—yang
mengikuti trend—juga pun ikut
tergerus globalisasi.
Selain
karena faktor keluarga dan lingkungan, tokoh idola juga menjadi faktor penentu
terbentuknya prilaku seorang remaja. Jadi, diharapkan untuk para remaja untuk
tetap memilah dan memilih tokoh idola untuk di idolakan. Semisal tokoh idola
yang di idolakan memiliki banyak kekurangan haruslah di cari sisi kebaikannya,
jangan malah meniru semua keburukan yang ada dalam tokoh idola.
Di
Indonesia juga terdapat banyak tokoh yang tentunya sangat baik untuk dijadikan
tauladan. Cobalah tengok buku sejarah atau LKS SD dahulu, disana banyak
diterangkan tokoh-tokoh yang berjuang demi kemerdekaan, tokoh-tokoh yang
berjuang demi kenusantaraan, tokoh-tokoh yang berjuang menyebarkan syiar Islam
di tanah pertiwi.
Kesehariannya
mengenakan pakaian lurik atau hitam serta mengenakan blangkon, siapa yang tak
mengenalnya? Beliau salah satu tokoh penyebar syiar agama Islam di Tanah Jawa,
menggunakan lakon wayang dalam menyebarkan Islam, salah satu pendiri sekaligus
kreator dalam pembangunan Masjid Agung Demak. Yusp, beliau adalah Sunan
Kalijaga, salah satu dari Walisongo.
Raden
Mas Said adalah nama aslinya, putra dari adipati Tuban yang bernama Tumenggung
Wilatikta atau Raden Sahur. Diperkirakan pemilik nama Raden Mas Said lahir pada
tahun 1450 M. Menurut sejarah, masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai
lebih dari seratus tahun. Dengan demikian beliau mengalami masa akhir dari
kekuasaan Majapahit, Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan
juga Kerajaan Padang serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan
Panembahan Senopati.
Ternyata
sebelum terkenal dengan nama Sunan Kalijaga, Raden Mas Said juga sering
dijuluki sebagai Lokajaya atau Brandal Lokajaya. Menurut cerita yang paling
terkenal, sebelum menjadi Walisongo, Raden Mas Said adalah seorang perampok
yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan milik pejabat. Hasil
curian dan rampokan beliau bagikan kepada orang-orang miskin. Hingga suatu
ketika, Raden Mas Said bertemu seorang lelaki tua dengan tongkat di hutan. Di lihatnya
tongkat itu adalah emas. Tak segan-segan Raden Mas Said pun merampas tongkat
tersebut. Katanya, hasil rampokan itu akan dibagikan kepada orang-orang miskin.
Mendengar
pernyataan Raden Mas Said, lelaki tua menasehati bahwa hal yang dilakukannya
tidak benar, dan Allah tidak akan menerima amal yang buruk. Lelaki tua yang tak
lain adalah Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden
Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang
ditunjukkan oleh Sunan Bonang. Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan
Bonang. Raden Said lalu menyusul Sunan Bonang ke sungai. Raden Said berkata
bahwa ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk
bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai.
Raden
Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang.
Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu, beliau menjadi
tertidur dalam waktu lama. Karena lamanya tertidur, tanpa disadari akar dan
rerumputan telah menutupi dirinya. Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan
membangunkan Raden Said. Karena beliau telah menjaga tongkatnya yang
ditanjapkan ke sungai. Maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga.
Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang.
Sunan
Kalijaga menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak, dikaruniai tiga anak
yaitu, R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rukayuh dan Dewi Sofiah. Dalam
berdakwah Sunan Kalijaga atau yang juga disebut sebagai Pangeran Tuban
menggunakan metode yang berbeda. Karena pada zaman itu (baca: zaman Kerajaan
Hindu-Budha) banyak tradisi yang sudah melekat pada masyarakat Jawa, sehingga
sulit untuk menghilangkannya dari kebiasaan. Beliau berpendapat bahwa
masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya, maka harus didekati secara
bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam
sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan,
ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam.
Metode
yang beliau gunakan antara lain melalui seni ukir, wayang, gamelan, serta seni
suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer
adalah Ilir-ilir dan
Gundul-gundul Pacul. Beliaulah yang
menggagas baju takwa, lakon carangan Layang Kalimasada. Sebelum masanya, wayang telah
menjadi hiburan bagi masyarakat Nusantara, dengan lakon pewayangan dari kisah
Mahabarata dan Ramayana. Hanya saja pada masa itu semua tokohnya di adaptasi
dari India. Hingga datanglah Sunan Kalijaga dengan membuat inovasi terbaru
yaitu menambahkan Punakawan dalam dunia pewayangan di Nusantara. Tak hanya itu
saja, cerita-cerita Mahabarata juga disisipkan ajaran-ajaran Islam sehingga mempermudah
masyarakat yang pada waktu itu memeluk agama Hindu. Yang paling terkenal
diantaranya adalah Petruk
Dadi Ratu (Petruk
Jadi Raja).
Akulturasi
budaya beliau lakukan guna menghindari perpecahan, saling memusuhi,
pendekatan-pendekatan inilah yang pada akhirnya muncul perayaan sekaten, grebeg
maulud, tahlilan. Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua
beringin diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga, serta masjid Agung
Demak dengan tiang tatal (pecahan
kayu) yang merupakan salah satu dari tiang uatama masjid juga kreasi dari Sunan
Kalijaga.
Sunan
Kalijaga tak hanya dikenal di masyarakat Jawa, melainkan seluruh masyarakat
Indonesia (Nusantara) bahkan beberapa fakta lainnya mengabarkan Sunan Kalijaga
telah dikenal di masyarakat Malaysia, Thailand, seluruh daratan Melayu. Tak
salah Sunan Kalijaga juga dijuluki sebagai Syekh Malaya karena berkelananya
sampai Asia Tenggara.
Makamnya
di Kadilangu, Demak. Kini sering di ziarahi banyak orang dari berbagai kota di
Indonesia. Walau pun Sunan Kalijaga sudah lama tiada, tetapi ajaran-ajaran dari
beliau tetap melekat dalam keseharian masyarakat di Indonesia terutama di Jawa.
Bahkan, pituturnya banyak sekali ditemui sekarang ini, Memayu hayuning bawono, ambrasto dur hangkoro yang artinya manusia
hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan;
serta memberantas sifat angkara murka. Atau Ojo
kuminter mundak keblinger, ojo cidra mundak cilaka yang artinya jangan
merasa paling pandai agar tidak salah arah; jangan suka berbuat curang agar
tidak celaka.
Namun
sangat disayangkan di zaman modern semuanya seakan lenyap tertimbun
globalisasi. Perjuangan para tokoh dahulu (sebelum menjadi nama Indonesia) pun
remajanya tak mengetahui, jangankan perjuangannya nama tokohnya pun terkadang
tak mengenal. Marilah mulai sekarang mengidolakan idola dari dalam negeri. Jika
ada yang menanyakan, prestasi apa saja yang telah diraih para pendahulu negeri?
Jawabannya, membebaskanmu dari belenggu kebodohan, belenggu penjajahan, bahkan
kebiasaan-kebiasaan yang sekarang tertanam pada hati kecilmu dan kebudayaan
asli juga berasal dari leluhur negeri.
REFRENSI
Wikipedia
Bahasa Indonesia, Sunan Kalijaga, ensiklopedia bebas.
Komentar
Posting Komentar