DARI OBROLAN TURUN KE HATI

 

“Cuma perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca. Cari buku itu. Mari jatuh cinta.” (Najwa Shihab)

Ketika pertama kali membaca kutipan itu pada salah satu konten toko buku online di instagram, saya mulai berpikir ulang dan bertanya-tanya tentang satu buku yang berhasil membawa sampai ke titik ini. Buku apa dan siapa penulisnya, ya?

Saat itu masih di bangku sekolah menengah pertama, satu buku berjenis novel dari penulis Semarang yang sempat menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Iya, novel Ketika Cinta Bertasbih-nya Habiburrahman El-Shirazy atau Kang Abik. Saya banyak terkejutnya ketika tahu dalam novelnya ada latar tempat di kecamatan tempat tinggal. Sangat menakjubkan! Novel ini best-seller, lho, nggak main-main! dan semakin kagum ketika membaca profil Kang Abik di bagian akhir halaman, tertulis pernah nyantri di salah satu pondok pesantren di Mranggen, Demak. Lho, tetangga kecamatan! Saya ingat, saat itu dalam diri saya, meresponnya dengan heboh. Perasaan senang, kagum, gembira, muncul bersamaan. Bahkan, saking speechlessnya profil di halaman paling ujung dan penghargaan-penghargaan yang beliau terima saya baca berulang kali tanpa komentar. Lambat laun, banyak pertanyaan-pertanyaan dan harapan muncul. Salah satunya, seperti ada motivasi dan keterkaitan dengan itu, apa di masa depan saya bisa seperti beliau, atau ya, minimalnya senang membaca dan menulis?

Hari itu sudah jauh berlalu, saya meyakini, perkenalan dengan novel Ketika Cinta Bertasbih membuka jalan-jalan berikutnya terutama di bagian literasi. Novel-novel berikutnya yang selalu membuat saya kagum dan terpesona. Perasaan takjub setiap hari semakin bertambah. Ditambah merasa nyaman, tenang, dan betah ketika berada di lokasi yang penuh buku-buku, seperti perpustakaan, bazaar buku, toko buku, atau apa saja tetang buku. Terlebih, ketika membaca, ada aroma khas buku yang bagi saya cukup memberikan efek: menyenangkan, tenang, dan rileks.

Hal tersebut akan berbeda cerita dengan orang yang awam dan belum terbiasa membaca buku. Mungkin mereka akan berpikir ulang untuk sekadar membaca atau akan memilih melakukan aktivitas lain yang bukan membaca. Tentu akan mejadi tantangan tersendiri untuk orang-orang yang memiliki visi atau kecintaan pada literasi.

Buku-buku dalam anggapan masyarakat seperti barang mewah untuk dimiliki, karena dengan harga yang cukup lumayan bagi masyarakat kelas menengah kebawah akan setara dengan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Tidak ada yang salah dengan hal ini dan juga tidak bisa menyalahkan orang lain yang kurang senang membaca. Membaca pun juga memerlukan waktu, dengan menyempatkan diri membaca satu halaman atau satu bab. Benar-benar tidak mudah bagi yang belum terbiasa.

Permasalahan lainnya akan muncul lagi, ketika mulai membiasakan membaca buku jenis novel. Tidak ada yang salah dengan buku yang dibaca. Tapi, orang lain akan memberikan penilaian yang kurang entah melalui celetukan atau guyonan, ya, kok bacamu novel, sih, yang keren dikit dong, atau orang yang suka baca novel itu baperan, atau ucapan lainnya yang tanpa sengaja meruntuhkan kepercayaan diri dan minat baca seseorang. Kamu pernah menemui orang-orang dengan tipikal seperti itu?

Padahal setiap orang memiliki cara dan proses yang berbeda dalam kepercayaan diri. Bandura (1977) dalam (Siska, dkk: 2003) kepercayaan diri adalah suatu keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya mampu berperilaku seperti yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil sesuai keinginan. Pendapat Goodstadt & Kipnir dalam (Bunker dkk, 1983) kepercayaan diri diidentikan dengan kemandirian, karena orang yang memiliki kepercayaan diri tinggi umumnya lebih mudah berinteraksi dengan orang lain. Meskipun demikian, Lauster (1987) menambahkan rasa percaya diri bukan sifat yang diturunkan atau bawaan, tapi diperoleh dari pengalaman hidup atau upaya-upaya tertentu yang dilakukan guna membentuk dan meningkatkan rasa percaya diri.

Termasuk kepercayaan diri untuk membaca buku di tengah lingkungan yang berbeda. Maksudnya, di tengah lingkungan yang jarang memperkenalkan dan menyediakan buku, atau candaan-candaan tentang buku, dan persepsi-persepsi masyarakat terkait buku itu sendiri. Sehingga, ketika seseorang menerima perlakuan negatif orang lain mengenai hobi baru membaca buku, ia akan mengalami penurunan minat membaca. Jadi, sampai di paragraf ini bisa kita ketahui, setiap orang dalam menumbuhkan dan membiasakan membaca buku di tengah lingkungan berbeda selalu ada upaya dan perjuangan yang tidak mudah. Bukankah kita harus selalu mengapresiasi setiap perjuangan baik orang lain ataupun diri sendiri dalam mencapai suatu titik dalam hidup?

Bagaimana, apakah sudah ingat dengan buku yang berhasil membuatmu jatuh cinta untuk terus membaca sampai detik ini?

Coba berselancar di dunia maya, stalking akun-akun berkaitan dengan buku. Atau, jika hendak mengurangi jam penggunaan media sosial, kita bisa keluar rumah, seperti mengunjungi perpustakaan atau bergabung dengan komunitas literasi baik baca maupun tulis untuk mengobrolkan banyak hal. Apalagi sekarang perpustakaan sudah menjangkau tingkat kota/kabupaten dan dapat dimanfaatkan untuk masyarakat luas. Atau dengan pilihan lainnya, seperti bergabung dengan komunitas literasi. Melalui itu pembiasaan membaca buku akan terasa mudah dan terus bertambah. Sebab, membaca juga membutuhkan atensi, minat, dan motivasi agar seseorang dapat bertahan dan senang ketika membaca (Royanto, 2018: 82).

Royanto (2018: 82) menambahkan, kegemaran membaca bisa berawal dari keluarga dan lingkungan luar rumah. Berawal dari keluarga yang memperkenalkan, menyediakan, dan mencotohkan kebiasaan membaca. Namun, ada juga yang berbeda, kebiasaan membaca tumbuh dari hasil interaksi dengan orang-orang di luar lingkungan rumah. Bandura (Alwisol, 2014: 283) menyebut bahwa orang dan lingkungan saling mempengaruhi. Seseorang akan menentukan atau mempengaruhi tingkah laku orang lain dengan mengontrol kekuatan lingkungan, tetapi seseorang juga bisa dikontrol kekuatan lingkungan.

Faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh besar, karena bisa menjadi jalan dan penguat dalam pembiasaan membaca. Melalui interaksi sosial, seperti mengobrol dengan orang lain tentang buku-buku. Dari percakapan sederhana, seperti buku yang ringan dibaca, cerita menarik sekaligus menyedihkan dari buku, kisah orang-orang di masa lalu, rekomendasi buku-buku, orang-orang berpengaruh yang ikut andil mengkampanyekan literasi membaca, atau hal-hal lainnya terkait buku yang bisa menambah seseorang semakin tertarik dan terbiasa membaca.

Nanti, ketika perkenalan membaca buku dan menjadi kebiasaan yang terus berlanjut, entah dengan sadar atau tanpa sadar akan menuai banyak hal dan akan terus belajar. Bahkan, memaknai membaca sebagai bagian yang luas dan dalam. Seperti kata Mbak Nana, “Cuma perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca. Cari buku itu. Mari jatuh cinta.” Lalu, bagaimana denganmu?

* Esai pernah di muat pada laman website Tirta Buana Media.

DAFTAR PUSTAKA

 Alwisol. 2014. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia). 2018. 22 Gagasan Psikologi: Sumbangan Pemikiran Untuk Bangsa. Jakarta: Penerbit Elex Media Komputindo.

Siska, Sudardjo, & Esti Hayu Purmaningsih. 2003. Kepercayaan Diri dan Kecemasan Komunikasi Interpersonal Pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi. No. 2, 67-71. ISSN: 0215-8884.

Komentar