[CERPEN] I(NYONG)
I(NYONG)
***
Matamu
bulat sempurna dan hitam pekat. Kau tak pernah tersenyum, bahkan tak pernah
kulihat kau menangis. Yang kutahu, kau selalu menampakkan ekspresi tanpa
dosa—seperti bayi—walau pun terkadang kedua bola matamu menatapku tajam. Ah
apa pedulinya aku!
“Bu!
Nyong ngikuti aku terus!” teriakku ketika menuju dapur. Ibu hanya tersenyum melihatku, tanpa sepatah
kata yang keluar dari mulutnya. “Bu?” aku mendekat kearahnya.
“Ambil
saja tahu goreng itu, Nyong akan diam dan tak mengganggumu.” ujar ibu yang
masih sibuk dengan penggorengan. Dengan langkah cepat, aku menuju tempat yang
dimaksudkan ibu; meja makan dengan banyak piring dan gorengan di dalamnya;
tahu, tempe, mendoan, dan bakwan.
“Nyong
kemarilah!” teriakku.
***
Taringmu
tajam, pun pada sorotan matamu juga tak kalah tajamnya. Kuyakin siapa pun yang
berhasil menatapmu atau tanpa sengaja melihat matamu saat itu akan ketakutan.
Memilih mundur dan berlari menjauh, dengan harap cemas agar kau tak
menerkamnya.
Nahas,
seketika hal itu terjadi dengan cepat. Di mulutmu darah segar menetes, kau
mengunyahnya perlahan dan penuh kenikmatan. Seketika kau tampak menakutkan. Aku
takut melihatmu saat itu, memilih berlari seperti tikus yang kau incar sebagai
santapan malam.
“Ibu!”
teriakku lagi lalu memeluk ibu yang tengah duduk di kursi ruang tamu. “Nyong
makan tikus! Nyong jahat, Bu! Dia membunuh hewan rumah!” jelasku pada ibu. Ibu
hanya tersenyum melihatku, menenangkanku dengan gerakan tangannya yang
lembut—mengusap rambutku perlahan.
“Nyong
tidak jahat, Nak. Nyong juga sudah melakukan tugasnya sebagai hewan peliharaan
dan penjaga rumah yang baik. Karena Nyong sudah berhasil menangkap hewan
perusak di rumah kita, Nak.” ujar ibu yang masih mengusap-usap rambutku
perlahan—penuh kasih.
“Jadi
selama ini, hewan yang bersembunyi di bawah rak makanan itu hewan perusak, Bu?”
tanyaku lagi. ibu hanya mengangguk. “Jadi, tikus itu perusak, Bu?” ibu kembali
tersenyum. Aku lega mendengarnya.
***
Aku
baru menyadarinya saat aku sudah duduk dibangku SMA. Saat itu aku ingat, aku
masih TK. Mamakmu dulu sering aku marahi bahkan aku sempat menangis karena
tatapan mamakmu padaku.
“Kau tahu, Nyong Kecil? Mata mamakmu sangat tajam
sekali. Aku ingat saat mamakmu menerkam tikus di dapur. Darah tikus itu
berceceran di tanah, mamakmu mengoyak habis tikus itu. Setelah hari itu
berlalu, tikus-tikus lainnya juga tertangkap oleh mamakmu.”
Tanganku
meraih punggungnya lalu mengusap-usap perlahan penuh sayang. Halus sekali,
warna putih dengan bulatan-bulatan hitam di sekitar tubuhnya dan dekat
telinganya. Mirip sekali dengan mamaknya.
Meong…
meong…
Kau
mendekatiku, beranjak dari sampingku lalu berjalan di pangkuanku. “Ternyata kau
masih mau mendengarkan ceritaku, Nyong Kecil?” Aku tertawa. “Kata Ibu, mamakmu
dulu adalah peliharaan Nenek. Tetapi selepas Nenek tiada, mamakmu malah mengungsi
di rumah kami. Padahal kau tahu, kan, bagaimana keadaan rumah kami? Sangat
sederhana jauh dari layak, kan?” Aku kembali tertawa.
Saat
itu aku lihat kedua bola matamu menatapku, begitu meneduhkan. Bahkan aku
merasakan tubuhku seketika menjadi hangat, bahagia, dan damai. Aku tahu
sebenarnya kau mengetahui maksud ucapanku, terlihat jelas dari sorotan matamu
yang sangat antusias menatapku tanpa jeda.
Oh
iya, Nyong, ada satu hal yang ingin kukatakan padamu. “Kau tahu mengapa aku
lebih suka memanggilmu Nyong Kecil ketimbang memberimu nama-nama unik seperti
kucing peliharaan pada umumnya? Karena kau itu begitu polos, seperti aku. Dan
berharap jika besar nanti kau mampu menangkap tikus-tikus perusak rumah
sederhana kami.”
Ah,
makna tersirat apa lagi yang sudah kusampaikan padamu, Nyong Kecil, kau pasti
tak mengerti! Aku menepuk pelan jidadku, kau malah
sudah tertidur pulas dipangkuanku.
***
Amaliya Khamdanah, lahir di Demak, 7 Agustus 1998.
Tercatat sebagai mahasiswa di UIN Walisongo Semarang program studi Psikologi.
Cerita pendek dan puisinya tergabung dalam sejumlah antologi; Semanis Sepahit Kopi (Penerbit Harasi: 2016), Indonesia Punya Cerita (IPC Project dan Ellunar Publisher: 2017), Sesurga Bersamamu (Lampion Inspirasi dan Ellunar Publisher: 2017), Cinta Yang Tak Terucap (Histeria, Anak Hebat Indonesia: 2017), dan Motor Matik Milik Bapak (Histeria, Anak Hebat Indonesia: 2017).
Komentar
Posting Komentar