[REVIEW BUKU]--CINTA YANG (TAK) TERUCAP

CINTA YANG (TAK) TERUCAP
Oleh: Amaliya Khamdanah


Dari tujuh belas ribu orang, jika kami dapat bertemu kembali, dia adalah jodohku.

Permohonan yang klise sebenarnya, tapi mungkin Tuhan sedang memberiku kesempatan atau hanya sekadar membuatku senang atau apa, ha itu benar-benar terjadi, kami bertemu kembali. Di antara tujuh belas ribu orang yang ada, kami bertemu beberapa kali. Aku tidak dapat menyembunyikan kegembiraanku meskipun tentu saja aku hanya dapat melihatnya tanpa bisa menyapanya. Ya Tuhan, pasti mulutku ini sangat keras kepala atau aku lupa bagaimana caranya berbicara saat dia ada dihadapanku. (Hanabi Merah Jambu, Rena Widyaningrum)

Puk-puk, jangan baper! Saya juga baper loh, *eh. Gakpapa sih, kalau mau baper-baper, toh gaka ada larangan buat gak baper kan? Cinta Yang Tak Terucap adalah buku terbaru saya, eh bukan, maksudku buku terbaru yang di dalamnya terdapat cerpen karangan saya. Kamu nggak penasaran sama cerpenku yang ada dibuku ini? Plak!  Nah, dalam buku ini terdapat sepuluh penulis serta sepuluh cerita pendek dengan tema cinta yang tak tersampai atau istilahnya cinta yang tak terucap.

Buku yang terbit Juli 2017 dengan tebal 256 halaman terbitan Penerbit Histeria (Anak Hebat Indonesia)  ini adalah hasil sayembara nulis yang diadakan pada Februari lalu. cukup mengeluarkan 43.500 sudah bisa mendapatkan buku ini di Toko Buku Gramedia seluruh Indonesia.

Jujur pas tahu cerpen saya lolos, histerisnya gak karuhan, ditambah ada informasi yang mengatakan buku ini bakal dijual di toko buku. Ya Allah, ada namaku! Sudah, Mal, jangan histeris. Terus kapan bukumu terbit? Hening. Duh, abaikan ya curhatannya.

“Entah mengapa setiap kata dari buku ini bikin aku ingin terus membalik halaman selanjutnya. Aku benar-benar tenggelam dalam cerita yang unik, manis, mendebarkan, sekaligus menyesakkan.”—Dwitasari, penulis novel bestseller, Raksasa dari Jogja.

Siapa sih yang gak pernah merasakan cinta? Saya yakin teman-teman pernah merasakannya. Entah berakhir pada pengungkapan atau sama sekali tak pernah terucap. Ada? Iya, tentu ada.

Dalam buku Cinta Yang Tak Terucap ini, kita akan dibawa keberbagai perasaan mengenai cinta. Menyelami cinta sedalam lautan, bahkan terbang menuju langit yang maha luas, hingga terhempas pada angan sendiri, dan jatuh.

Pada cerpen pertama, pembaca akan dibawa pada perasaan yang mendebarkan, meletup-letup seperti kembang api. Coba deh scroll lagi pada paragraf pertama, nah itu adalah quote sekaligus blurb pada buku ini.

Sederhana dan penuh harap. Begitu setidaknya yang diharapkan oleh orang-orang yang diam-diam memendam sebuah rasa. Hm, jangan baper ya!

Saya paling suka quote ini, “Aku menyukai buku. aku juga menyukaimu. Kamu seperti buku, ketika aku mulai membacanya aku tidak bisa menutupnya sebelum aku mencapai halaman terakhir. Kamu seperti sebuah buku misteri yang tak bisa kutebak bagaimana akhirnya.” (Hanabi Merah Jambu; hal: 25)

Hujan jatuh. Airnya jatuh, seperti aku yang jatuh ke hatimu. Rintiknya seperti lagu yang mengalun pelan di telingaku. –Serenade Cinta (Hal: 19)

Tak hanya itu saja, di cerpen selanjutnya adalah cerpen milik kak Heru Widayanto. Siapa bilang cerita klasik zaman kerajaan tak bisa dibuat kisah roman? Buktinya, kak Heru berhasil meraciknya dengan unik. Judulnya, Asmaradhana Galuh—Majapahit.

Saya mau bertanya lagi padamu, kamu pernah menyimpan rasa pada seorang sahabat? Tepat, seperti pada cerpen Like The First Snow dan Ternyata Bukan Aku. Pyar! Terus apa yang akan kamu lakukan? Membenci dan menggerutuki diri sendiri?

“Sembilan puluh enam hari aku memendam cinta kepadanya, enam puluh dua hari aku menhabiskan hari bersamanya, lalu berapa banyak hari yang harus aku bayar untuk melupakannya?” (Ternyata Bukan Aku: Syifani Handani)

Lalu dibuat kegeeran pada seseorang? Hmm, mirip banget sama cerpen Janji Titik Tunggal dan Hanya Pasangan Fiksi. “Kamu pernah bertanya, sejak kapan aku suka hujan? Sejak aku suka kamu yang menyukai hujan, my first love.” (Janji Titik Tunggal: Yulfi Y. S)

Terus saya mau tanya lagi. Kamu pernah gak sih, menyimpan perasaan pada seseorang yang sebelumnya belum pernah atau hanya sekali bertemu? Jika iya, ada nih cerpen yang mengangkat cerita tersebut, Perpisahan Dini, Ask.fm, Dialektika Sebongkah Batu Dan Pengalaman-Pengalaman Cintanya, dan Struk Cinta.

Nah, cerpen saya sendiri berjudul Perpisahan Dini. Kalau ada yang tanya, ceritanya tentang apa sih? Saya akan menjawabnya dengan sederhana, sebuah senyuman yang tulus. Nah, kalau penasaran bisa dibeli atau pinjam teman yang punya buku tersebut. Hehe

“Hai siapa namamu? Iya kamu pemilik senyum manis dan lesung pipi. Kamu tahu, ketika tersenyum seakan-akan langit dan segala penghuninya ikut tersenyum. Bahkan iblis terlaknat pun tertunduk melihatmu. Ah sudah, aku terlalu berlebihan memujimu.” (Perpisahan Dini: Amaliya Khamdanah)

Pfttt, bawa perasaan banget ya. Kesepuluh cerita pendek dalam buku ini sangat-sangat rugi jika tidak dibaca. Yakin deh, setelah baca buku ini buat kamu, aku, dia, bahkan mereka bakal tetap selalu khusnudzon pada cinta dalam diam. Bakal terus memperbaiki diri untuk masa depan.


Hmm, sepertinya reviewku semakin absurd saja ya. Baiklah, saya cukupkan pada tiga buku—Cinta Yang Tak Terucap, Bersama Rintik Hujan Air Mataku Mengalir, dan Fatamorgana Nyata—saja dulu. Cek postingan-postingan sebelumnya, ya! Salam hangatku pada seseorang yang selalu engkau sebut dalam doa-doamu!

Komentar

  1. Entah kebetulan atau apa, tapi tema blogmu mirip dengan blog sirius wkwkwk

    BalasHapus
  2. Eh serius mbak? Heuheu hanya kebetulan, Mbak. Wkk. Mbak Rizka jangan baper, haha.

    BalasHapus
  3. Boleh pinjam sama temen? Yaudah, aku pinjam punya kamu, mbak :D

    BalasHapus

Posting Komentar