AREA PATAH HATI DI MUSIM KEMARAU

AREA PATAH HATI DI MUSIM KEMARAU
Oleh: Amaliya Khamdanah


Kemarau segera datang, membungkus butiran kristal langit dengan sinar mentari. Tinggalkan payungmu selama enam bulan kedepan. Hingga angin selatan membawa butiran kristal lagi.

Musim hujan hampir pergi. Sudahi air matamu seperti rintik hujan hari ini. Hingga yang membekas bukan lagi patah hati, melainkan kebahagiaan yang abadi. Hujan dengan sengaja meninggalkan bekas di muka bumi, agar kauaku dan mereka belajar darinya: hujan. Di akhir tangisan langit pun, rintiknya menyisakan kebahagiaan bagi tumbuhan.

Aku tak mau kau masih terlelap dalam tangisan. Aku tak mau kau menyia-nyiakan waktu untuk hal bodoh: mengingat seseorang yang tak lagi mengingatmu bahkan tak memberimu kebahagiaan sedikit pun. Sudahilah tangismu, aku tak ingin melihat negeriku juga menanggung rasa sakit dalam dadamu.

Musim kemarau tiba tahun ini. Bergegaslah untuk kembali melanjutkan perjalalan lamamu yang sempat terhenti karena hujan. Jangan terlalu lama singgah di emperan toko, jangan terlalu lama menetap di hati orang yang tak lagi mengingatmu. Cukuplah di musim kemarau yang panjang ini tuk kembali melangkahkan kakimu.
Kau ingat tragedi hutan dilalap si jago merah? Meluluh-lantakkan Kota Bertuah. Beritanya yang mencuat seantero negeri hingga manca negara? Ingat kan? Kuyakin kau mengingatnya. Ingatanmu terlalu tajam, sangat mustahil untuk melupakan hal tersebut.

Atau mungkin hatimu malah gersang seperti hutan di Kota Bertuah, dan ingatanmu terus menjalar searah dengan kobaran api yang terus tanpa henti. Esoknya kekeringan juga melanda hatimu, air matamu sudah habis kerena hujan bulan lalu. Begitukah?

Hutan negeriku yang dikenal sebagai paru-paru dunia kesakitan, kulitnya terbakar dosa penghuni bumi, menyerap api kesakitan, ditahannya berbulan-bulan, hingga gundul tak tersisa. Asapnya mengepul, putih pekat ke segala penjuru arah. Bahkan mata para penghuni bumi pun terasa perih, butiran bening dari tiap pasang mata membasahi pipi, banjir bandang menerjang kerutan wajah para petua.

Nah, air matamu juga sangat berharga seperti hutan di negeri ini. Hanya saja air matamu sungguh sangat berarti untuk dirimu sendiri. Simpan baik-baik, lusa atau kapan kah itu butiran bening yang ada di bola matamu kan jatuh pada kebahagiaan abadi.

Cukuplah  ini yang terakhir kali. Patah hati cukup sampai di tetes terakhir hujan hari ini. Jangan meminta untuk memperpanjang waktu hujan. Sudah, ada banyak hal yang harus segera dilakukan di musim kemarau.. Oh iya, aku mengingatkan lagi. Jangan lagi menangis atau pun patah hati. Karena kemarau tak akan berbaik hati pada manusia lemah. Seperti bunga yang bermekaran di musim kemarau, tampak elok nan cantik dan seperti pula  pepohonan yang gugur daunnya, tetap bertahan hidup. Kemarau ingin melihatmu tegar menghadapi kerasnya hidup. Karena Tuhan hanya mengizinkan tanah yang retak untuk patah hati. Di dalam dirimu jangan.


Demak, 25 Februari 2017

Komentar

Posting Komentar