[PART 5; CATATAN SEDERHANA]--DARI DUNIA MAYA KE DUNIA NYATA

CATATAN SEDERHANA; KAMPUS FIKSI ROADSHOW SEMARANG 2017
[DARI DUNIA MAYA KE DUNIA NYATA]
Oleh: Amaliya Khamdanah


Assalamu’alaikum! Hai teman-teman, ini part akhir dari serangkaian acara Kampus Fiksi roadshow Semarang 2017. Bagaimana sudah membaca part-part sebelumnya? Kuharap sudah, ya. Haha. Karena di part ketiga dan keempat sangat bermanfaat.

Kok judulnya gitu sih, Mal? Iya, karena di acara KF Semarang, aku bertemu banyak teman dunia maya. Siapa saja emangnya? Banyak. banyak banget. Dari penulis buku Aku Menunggumu, dua finalis Unsa Ambassador 2018, hingga Mbak Bella. Haha.

Jadi ceritanya pas pagi sampai di lantai dua, aku bertemu dengan Mbak Bella. Sudah aku ceritakan kok di part awal. Nah, kalau part ini akan membahas keseruan dari tantangan Rezanufa. Oke, tulisanku absurd pakai banget.

Emang nulis apa kamu, Mal? Aku nulis tema tersebut, cuma perspektifnya itu beda. Emang apaan? Jadi, tokohnya adalah si asap knalpot dan orang yang mengendarai sepeda motor. Jadi, si pengendara sepeda motor dengan sialnya mencium asap knalpot bus yang berhenti ndadak. Haha. Absurd, kan? Pesan moralnya mana! Wkwk. Oke, skip!

Mas Reza menyuruh para peserta untuk membuat kelompok dan duduk melingkar. Nah, berhubung  saat itu kami tanpa di sengaja kedua kakak tingkat dari jurusan psikologi UIN Walisongo juga datang. Maka kita jadi sekelompok, di tambah adik kelasku, dan satu perempuan dari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unnes.

Mas Syarif, Mbak Alnira, dan Isna Baboi. Mereka terlihat serius menulis, sesekali bengong, dan sesekali berhenti menulis. Aku pun sama. Malahan aku lebih parah dari mereka. Aku bengong lama karena melihat orang yang mengenakan baju warna oranye dan kukira itu adalah masku yang sedang merantu. Untung saja Isna membangunkanku dari halusinasi yang berlebih.

“Mbak, istighfar,” ujar Isna memegang pundakku.
“Ya, habis mirip banget sih, Dek!” ujarku mengelak.
“Sadar, Mbak, dia bukan masmu!” ucap Isna menyadarkanku.

Oke, mataku sepertinya bermasalah. *skip *garing. Di menit selanjutnya Isna mengeluarkan ponselnya, beberapa kali mengambil objek foto. Dan salah satunya foto ini. Foto mas-mas yang kukira adalah masku. Haha.

Terserah mau fokus yang mana.
Kalau ada yang tanya, emang dia siapa, Mal? Jujur aku nggak tahu! *skiplah*rapentingbanget.
Kami kembali menulis lagi. Hingga akhirnya Mas Reza kembali kedepan dan mengatakan kalau waktunya sudah habis. Diizinkanlah para alumni KF dan Mbak-mbak editor Divapress yang datang ke KF Semarang untuk menjadi mentor diantara kelompok lingkaran-lingkaran tersebut.

Nah, di kelompok kami. Kami sengaja nggak melingkar, hanya duduk memanjang. Haha. Jadi, sempat beberapa menit saat di kritik oleh yang berpengalaman tersebut, kelompok kami belum ada mentornya. Alhasil dengan kode, Mas Reza menyuruh orang yang duduk di dekat pintu untuk mendekat ke kelompok kami.

Tiba-tiba saja di kelompok sebelah kami ada mbak-mbak yang menoleh, “Belum ada mentornya?”
Aku sedikit terkejut. Sepertinya aku mengenal orang ini.  Siapa ya? Kayak Mbak Devi Eka? Ah masak sih? Kan di facebook, Mbak Devi nggak ada tanda-tanda kalau lagi di Semarang?
Dengan polosnya pertanyaan mbak-mbak tadi nggak tak jawab, malah beralih bertanya, “Mbak Devi Eka, ya?”
Mbak yang tadi menoleh ke kelompok kami pun mengangguk, “Kamu siapa ya?”
“Masak gak tahu aku sih, Mbak? Lah temen fbmu.” ucapku lalu tertawa.
“Aku lupa. Hehe.”
“Aku Amaliya, Mbak.”
“Bentar, Amaliya siapa? Amaliya Syaa…”
“Yang fbnya Amaliya Khamdanah.”
“Oalah, ini kamu, tho. Haha.”
Akhirnya kami tertawa, lalu bersalaman satu sama lain. Mas Syarif, Mbak Alnira, dan Isna pun sedikit kebingungan. “Ini Mbak Devi, penulis novel juga. Teman fbku dan baru ketemu sekarang. Haha” ujarku menjelaskan. Kami tertawa.
Tak lama kemudian, mas-mas yang ditunjuk Mas Reza pun datang. Aku juga nggak asing dengan orang ini. Pikirku lagi. Bukannya mas ini yang finalis Unsa ya?
“Lah, sudah ada kamu, kan.”
“Udah kamu di sini saja. Temenin aku.”

Saat itu aku memilih diam, melihat mereka berdua berbicara. Yang aku ingat saat itu, aku bisa bertemu teman dalam dunia maya secara langsung. Ini hal yang sulit!

Cerpenku pun dibaca oleh Mbak Devi. Mbak Devi pun mengoreksi, Mbak memberikan banyak hal yang belum kuketahui sebelumnya, termasuk kekurangan yang ada dalam cerpenku ini. Isna pun demikian, cerpennya juga di kuratori oleh Mbak Devi. Sedangkan cerpen dari Mas Syarif dan Mbak Alnira di koreksi Mas finalis Unsa.

Setelah acara koreksi-mengkoreksi itu, kami saling bertukar cerita.
“Sek aku kenal Mas iki.” ucapku asal.
Orang yang aku maksud pun melihatku dengan penasaran. “Siapa?”
“Finalis Unsa, bukan? Yang dari Kudus.” tebakku.
“Iya dia finalis Unsa, Liya. Ini juga.” jawab Mbak Devi dengan tersenyum, lalu memperlihatkan lagi finalis Unsa lainnya. “Ini juga.” Lanjut Mbak Devi memegang pundak laki-laki yang duduk di kelompok samping kami.
“Rohman siapa gitu.” jawabku ngasal.
Dua laki-laki di samping Mbak Devi ketawa. Berarti benar kan tebakanku! Pikirku. Oh iya, dua finalis Unsa itu adalah Mas Reyhan dari Kudus dan Anfa.

Di akhir acara, aku sempat meminta foto bareng dengan Mbak Devi dan Mas Reyhan. Oke, foto ini buat aku koleksi sendiri. Haha. Dan di akhir acara banget, aku sengaja mengajak Mbak Devi—lagi—buat swafoto bareng kelompok kami. Dan beginilah hasil swafoto kami. Absurd, yak! Haha.

Foto bareng Mbak Devi Eka
Aku senang, pada akhirnya bisa bertatap muka dengan orang-orang hebat di acara ini. Mereka sangat menginspirasi! Jika diperkenankan lagi, tahun depan kala ada acara KF Semarang, aku ingin datang lagi. Banyak ilmu sekaligus pengalaman yang bisa kuambil.


Dan aku ingin mengutip wejangan Pak Edi Iyubenu lagi di part akhir ini, “Jika proses kreatif terus kapan terbit bukunya? Saya ingin tahun depan, Insya Allah, harus ada yang sudah punya buku. Tunjukkan pada saya, ‘Pak Edi, ini buku saya sudah terbit.’ Atau, ‘Pak Edi, ini karya saya dimuat di Koran bla-bla-bla’ Pun saya akan senang juga.”

Komentar