[PART 4; CATATAN SEDERHANA]--WEJANGAN DARI CEO DIVA PRESS

CATATAN SEDERHANA; KAMPUS FIKSI ROADSHOW SEMARANG 2017
[WEJANGAN DARI CEO DIVA PRESS; PAK EDI IYUBENU]
Oleh: Amaliya Khamdanah


Assalamu’alaikum! Kembali lagi denganku, ini part yang keempat, lho! Wah, Alhamdulillah ya sudah sampai part empat. Oh iya, catatan sederhana sewaktu Kampus Fiksi Semarang hampir berakhir, sepertinya urang satu part lagi. Oke pada postingan kali ini aku mau bahas wejangan dari CEO Diva Press, yaitu Pak Edi Mulyono. Akhirnya bisa  ketemu langsung dengan beliau. Berikut ini adalah hasil catatanku dari wejangan beliau. Silakan disimak;

“Setiap menulis punya porsinya sendiri-sendiri.”
Karena setiap orang memiliki karateristik serta pengalaman-pengalaman yang berbeda-beda. Maka, menulis pun memiliki porsinya sendiri-sendiri.

“Bersikap terbuka pada apapun.”
Tidak semua orang bisa terbuka dengan hal yang baru. Maka dari itu, menjadi penulis harus bisa menerima hal-hal yang baru, terbuka dengan hal apapun.

“Jangan merasa rendah ketika membaca karya-karya roman atau bukan sastra.”
Nah, ini nih yang sering aku lakukan, merasa rendah ketika membaca karya roman kayak punya itu. Bahkan aku lagi menghindari karya-karya tersebut. Padahal, Pak Edi sudah berkata demikian, kan? *introspeksi-lah-ya

Sumber: facebook Pameran Buku
Seorang bertanya, “bagaimana cara menulis cerpen dengan mudah?” di menit selanjutnya Pak Edi menjawab pertanyaan tersebut, “Baca karya orang lain lalu menulis, mudahnya begitu.” Pun, beliau menambahan, Kang Abik juga setuju dengan hal tersebut. Bacalah sebuah cerpen lalu tulislah ketika sudah usai membaca cerpen tersebut.

“Jelajah kata atau membaca berbanding lurus dengan menulis”
Dulu banget, aku sejenis manusia kayak gini dan sekarang pun masih sama. Pak Edi pun menambahkan, “Bergairah jadi penulis tetapi males baca? Patut dipertanyakan.” Jadi, kalau kita suka membaca dan senang juga buat nulis, maka hal itu akan berbanding lurus. Karena kita memiliki banyak refrensi bacaan. Yuk banyakin baca buku!

Ketika tugas dijadikan sebuah alasan untuk tidak menulis, Pak Edi pun memberikan motivasi, “Kalau kamu emang cinta (dengan menulis) hal apapun—baik kamu pelajar, mahasiswa, guru, dosen, pekerja pun) kamu akan tetap menulis bahkan bertahan.” Walaupun banyak tugas apapun itu, ketika kita sudah cinta dan sayang pun enggan bahkan sulit untuk tidak menulis. Kalau kata Kak Baso Sumange Alam sih gini, “kalau menulis udah jadi kesenangan itu nggak bakal ganggu akademikmu kok.” Iya sih benar, aku pun memiliki anggapan kalau menulis itu seperti narkoba, menimbulkan candu bagi yang sudah menikmatinya. Ditinggal sehari pun merasa butuh lagi dan lagi, bisa galau gitu kalau nggak nulis. Heuheu. Pak Edi kembali menambahan, “Rawat cinta dan sayangmu pada literasi. Iya, walaupun tugas banyak.”

Mengenai maraknya kasus plagiat karya, Pak Edi kembali memberikan wejangan, “Jangan terbiasa mencatut karya orang, ntar gak bisa maju, lho!” Ketika itu, cara pembawaan beliau sangat tenang, tetapi dibalik ketenangan ucapannya itu ada ancaman yang menakutkan.

Selain memberi wejangan, Pak Edi juga memberi tips menembuskan karya ke basabasi.co.  Kriteria yang dicari basabasi.co: gaya menulis yang unik, seperti karya Gunawan Tri Atmodjo, yang mengekpslorasi tentang jagadnya/ruang lingkupnya, atau personal, dan karena ngeyel juga diperlukan, dan bisa menjadi sebuah keberuntungan, dan satu lagi, jangan lupa untuk terus berdoa.

Di penutup, beliau juga tak lupa memberi motivasi sekaligus wejangan, “Proses kreatif terus, kapan bukunya terbit?”

Bagaimana? Wejangan dari Pak Edi Iyubenu cukup membuatmu eh aku juga ding sadar? Semoga bermanfaat, teman! Salam. 

Komentar