SEPOTONG EPISODE MASA LALU
SEPOTONG EPISODE MASA LALU
Oleh:
Amaliya Khamdanah
“Sebuah kisah masa lalu hadir
dibenakku, saat kulihat surau itu menyibak lembaran masa, yang indah bersama
sahabatku…
Sepotong episode masa lalu aku,
episode sejarah yang membuatku kini, merasakan bahagia dalam diin-Mu, merubah
arahan langkah di hidupku…
Setiap sudut surau itu menyimpan
kisah, kadangku rindu cerita yang tak pernah hilang kenangan bersama mencari cahaya-Mu…”—Sepotong
Episode Masa Lalu, Edcoustic.
Personal Literature,
sepertinya sangat tepat untuk postingan saya pada awal bulan pahlawan ini. Pada
postingan saya yang kesekian ini saya tak membahas dulu menganai kepahlawanan,
atau apalah yang berhubungan dengan nasionalisme. Saya mau flashback
sebentar mengenai masa lalu saya *eaaaa*emangpunyamasalalu?* Mengingat lagi masa lalu tak ada masalahnya,
bukan? *duuh *cieeekangen
Bentar
lagi ujian nasional, persiapkan fisik dan mentalmu, gaes! Ya, ungkapan itu
selalu kami ucapkan setiap harinya. Pagi-pagi sekali kami (hanya beberapa
sebenarnya) diantara kami sudah siap di kelas, walau pun jarum jam masih on the way ke angka enam. Murtafiah,
Listyo, Dina, dan Saya—ketiga ditambah penulis postingan ini (dulu) setiap
paginya selalu ndisik-ndisikan sampai
kelas hingga disebut beberapa teman adalah penjaga pintu kelas. Mengapa
demikian? Iya, karena teman-teman lainnya terkadang berangkat sangat mepet
bahkan terkadang terlambat masuk kelas.
Nah,
kalau kebiasaan saya sih setelah masuk kelas dan kelas masih nihil manusia biasanya langsung duduk-duduk di depan kelas
(pinggirannya gitu), karena di kelas suasananya tak memungkinkan untuk
bersemedi ria (alah ngomong aja takut kalau setan kelas ngikut semedi bareng
kan!) Nah kalau sudah begitu menikmati alam pagi di madrasah menjadi rutinitas
yang gak boleh ditinggalkan. Tugas rumah? Tenang, anak IPS jarang dapat tugas,
toh jika ada tugas malamnya udah dikerjain, atau nggak nunggu teman-teman yang
lain berangkat baru nyontek masal :D Hahaaa.
Terkadang
saat menikmati alam di madrasah pun, saya sering berguman, “Kok bisa ya jam
enam masih sepi? Bakar aja biar rame ya, tapi kok aku sadis banget ya?” Setiap
hari selalu seperti itu, tapi paling enaknya itu pagi-pagi saat menikmati alam
cepet dapat ide nulis, beneran! Bahkan tak jarang pula saya menikmati alam
sambil bawa bolpoin dan kertas gitu, seumpama di tengah-tengah waktu bersemedi
dapat ilham dari Allah. Khusnudzon aja.
Setelah
lama bersemedi dan Alhamdulillah dapat ilham untuk menulis, eh tiba-tiba teman
sekelas datang dan langsung duduk di samping saya, bercerita panjang lebar
mengenai perjalanan yang ia tempuh, medan-medan yang ia lewati berusan. Secara
otomatis ide untuk menulis bubar sebelum ditulis, sadis banget ya :’3 tak lama
setelah itu, teman-teman yang lain ikut nimbrung, ya jadilah setiap paginya
depan kelas jadi tempat tongkrongan asik. Selalu seperti itu, bahkan
teman-teman dari kelas sebelah dan jurusan lain pun ikut bergabung.
Bahasannya
apa aja sih? Gak usah dijelasin pun semuanya tahu, biasalah kalau teman-teman
perempuan pada kumpul biasanya ngegosip, baik yang digosipin tak ada disekitar
atau pun yang tengah ikut nongkrong (nah kalau ini bukan gossip namanya, udah
jadi fakta kan yang dibicarain ada juga ditempat). Bahkan sering pula si ketua
kelas dan trio koplak dkk kelas ikut nimbrung, jadinya gak gossip lagi, ngejek
sasama alias ngampat bersama (dikira
layangan ngampat). Uniknya pas sesi ngampat bersama ini ke-38 teman di kelas
tak ada yang sakit hati, semuanya beranggapan bahwa yang diceletukkan tadi
hanya guyonan semata, toh jika
beneran langsung pada minta maaf *preet *eh. Eh beneran langsung pada minta
maaf secara tak langsung dengan cara berganti topic. Hahaaa.
Kelas
saya ini termasuk kelas yang paling bandel se-angkatan di jurusan IPS. Kalau
jurusan IPA sih katanya ada, tapi gak tau kelas IPA yang mana, kalau jurusan
Agama sih cuma satu kelas dan satu-satunya di angkatan kami. Walau pun jurusan
IPS sering dianggap sebelah mata oleh banyak orang, tapi tak dapat di pungkiri
kalau memang benar anak-anak penghuni kelas IPS kebanyakan celelekan—saya termasuk—yang rajin pun bisa di hitung pake jari.
Contoh sajalah di kelas kami yang murni bener-bener rajin hanya enam-delapan
orang saja. Itu pun kadang yang sering kena ampatan
barisan belakang, kan gajeee.
Di
keals XII IPS 2 ini banyak sekali pelawaknya, lihat saja di barisan (para
mantan) eh maksudnya barisan paling belakang yang sering jahil menjahili
teman-teman di kelas. Hal-hal seperti ini (jahil menjahili, bicara sendiri,
rame sendiri) selalu saja terjadi baik waktu jam pelajaran maupun jam kosong,
bahkan beberapa guru sering jengkel menghadapi kasus ini. Saya sangat salut
sekali kepada beliau-beliau (bapak dan ibu guru) yang selalu mengajari dan
membimbing kami dalam menerima ilmu pengetahuan
apa pun tanpa pamrih, walau pun setiap harinya selalu menerima perlakuan
buruk dan bodoh kami. Beliau-beliau tetap sabar dan ikhlas dalam membagi ilmu
tersebut. Terima kasih bapak ibu guru atas segala yang engkau beri kepada kami
di masa itu, ilmumu bermanfaat sekali.
Setiap
harinya kelas kami banyak
kejadian-kejadian tak terduga, semuanya tanpa skenario, iya lagi-lagi adalah
guyonan khas kami yang tanpa sengaja tercipta. Yang baca pasti berpikir, kok
kelas ini kebanyakan bercandanya, seriusnya kapan? Itulah kami, saat ada waktu berkumpul—jam
kosong—kami sengaja memanfaatkan waktu untuk bercanda, sampai berisik banget,
terkadang juga saya dan beberapa teman-teman lainnya melakukan tawaf
mengelilingi madrasah guna merefreshkan pikiran disamping itu juga menghindari
penyakit telinga—ramainya kelas., atau sekadar ke kantin beli jajan.
“Tawaf yok cah.”
“Kantin yok nda, ngelih ki.”
*pasangmukamelas*
“Meh ning ndi? Aku titip gorengan
lane s ya, gowo duitmu sek, ndaaa!”
“Kamera La Tannsa tok gowo to, Mal?
Yok foto, mumpung gakno peajaran!”
Di
bulan Februari lalu misalnya, kalau pas pimred La Tansa lagi baik hati atau bahkan
lagi lupa naruh kamera intinya saya lagi beruntung, saya bisa membawa pulang ke
kalas sebuah kamera. Karena di madrasah ada larangan membawa ponsel ke kelas,
membawa ponsel pun harus dititipkan dulu ke guru piket, maka dari itu ada
kamera adalah suatu hal yang membahagiaka. Nah, kalau sudah begitu berapa kali jeprtan
pun tak terhitung. Sampai-sampai saya harus menghapus beberapa foto lama yang
belum sempat dihapus ketika sudah di pindah ke flashdisk.
“Njileh-njileh!”
“Eh, aku foto mbe deknen.”
“Cepet, selak untuku garing.”
“Ah, bluur!”
“Selfie ndaaaa!”
Setidaknya
beberapa penggal ucapan di atas adalah yang sering keluar dari mulut kami
semua. Kok saya tiba-tiba laper ya, ini laper atau baper? :’3
*kamujanganikut-ikutanbaperya*-_-
Kalau
yang ini foto pake kamera milik rentenir kelas. Hasil jepretan kameranya bening
gaes! Gak kalah sama merk tanya dalam bahasa Jawa dan merk belakang ****Mi asal
Tiongkok! Ceritanya pagi-pagi, rentenir kelas (kok gak enak di baca ya? Ganti
bendahara aja ya) Nah, si bendahara kelas ini ngomong, “Mal, iso derapke iki gak?” seketika pagi itu kami yang sedang
nongkrong di depan kelas langsung
terkenyut eh terkejut, “Cieee kamera
baru!” si bendahara hanya membalas dengan tawa khasnya, lalu menjelaskan
panjang kali lebar kali tinggi ke kami, kami menyahut bersama, “Ooooo”
Sebagai bahan percobaannya kami di sepanjang
jam pergantian pelajaran kamera punya bendahara kelas pun kami gunakan untuk
berfoto ria, bahkan beberapa teman kami yang sedang melakukan aktivitas pun
kena paparazzi, candid ndaaa! Hari
itu hari jum’at, seragam yang kami pakai pun pramuka. Beberapa dari kami ada
yang memegang kertas, saat itu kami sedang menghafal beberapa ayat Al-Qur’an
dan Al-Hadits untuk Sabtu besok (waktu itu).
Yang paling saya ingat itu waktu mau
buat foto catalog kelas, buku album
madrasah angkatan kami. Senang, sedih, marah, absurd, solid dan semuanya campur
jadi satu, ingin nangis jika inget waktu itu. Sosialisasi di depan teman-teman
mengenai tempat untuk hunting nantinya, berapa biaya yang di keluarkan atau tak
mengeluarkan sama sekali biaya. Saat itu banyak tempat wisata atau hitz di Semarang
dan Demak yang kami sebutkan dari Lawang Sewu, Tugu Muda, Kota Lama, Klenteng
Samphokong, Masjid Agung Jawa Tengah,
Goa Kreo, Waduk Jatibarang, Simpang Lima dan Masjid Baiturrahman
Semarang, Gramedia Semarang, Pasar Johar yang habis kena kebakaran, Pantai
Marina, Baron, Maerokoco, Museum Ranggawarsita, Museum Mandhala Bakti, Royal
Doom, Watu Gunung, Curug Lawe, Restauran berbasis kebun, Masjid Agung Demak dan
Wisata Taman Mangroov di Morosari,
bahkan sampai gedung madrasah.
Perdebatan panjang terjadi bahkan
setiap harinya, selalu saja sama. Perselisihan, perdebatan, adu mulut bahkan
saling diam beberapa hari pun terjadi. Untung saja, wali kelas kami, Ibu Diah
menjadi penengah, beliau berpesan kepada kami untuk mencari tempat yang
sekiranya sesuai dengan keuangan kita saat ini, karena saat itu banyak iuran.
Iya, dengan keputusan bersama, foto catalog kami tetapkan di lapangan basket
madrasah dan di taman milik perumahan Citra Grand di Sambiroto (dekat
Tembalang). Foto bersama untuk
cover kelas kami tetapkan di lapangan basket, sedangkan foto berkelompok kami
tetapkan di taman tersebut. Gratis ndaaa! Parker yang konon bayar ternyata pas
sore itu gratis. Hahaha, kami anak IPS yang ekonomis! *ngomongajapelit *eh
Saat-saat pelajaran pun juga di
nantikan. Saya sendiri menantikan pelajaran-pelajaran tertentu,
*kokterkesancurhatya* sebenarnya bukan saya sendiri sih yang berpendapat
seperti itu, bisa jadi beberapa teman saya juga beranggapan sama dengan saya.
Misalnya waktu pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, saya sangat senang
sekaligus was-was waktu pelajaran ini, karena apa yak karena itu, wkwk.
Pokoknya asik kalau pas lagi gomongin hal-hal seperti itu misalnya membahas hal
ibadah, sholat, hal-hal kecil yang dianggap sepele oleh kita, bahkan tak jarang
pula dari kita dan teman-teman angkatan kami otw menangis (brambang) karena
nasihat beliau. Perumpamaannya itu gini, pas hatimu gersang, mengalami
kekosongan, banyak pikiran, nah ketika
beliau berbicara langsung adem, kayak habis diguyur air hujan, seger banget!
Terus lagi, dari ibu wali kelas yang nasihatnya sederhana tapi membuat kita
bangkit, salah satu ucapannya “Kalau
semua guru mengajar di sekolahan favorit yang murid-muridnya sudah
pinter-pinter lalu siapa yang akan mencerdaskan murid lainnya yang belum tahu?” masih banyak lagi pokoknya! Dan sekarang saya
baru menyadarinya ternyata semua pelajaran-pelajaran itu sangat menyenagkan :’3
*cieeekangen
“Yeee,
balik gasik!”
Dua
foto di bawah ini merupakan foto kami yang diambil usai hari-hari ujian nasinal.
Setelah ujian nasional, kami jarang berkumpul lengkap 38 manusia, semua
teman-teman telah sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Pas memperingati hari
Kartini dan HUT MAN 2 Kota Semarang pun misalnya, kami berfoto tak lengkap.
Setidaknya dapat bertemu dengan teman-teman adalah sesuatu hal yang
membahagiakan.
Di bulan Mei pun sama, setiap jadwal
berangkat Kamis dan Sabtu pun sama, di kelas kami yang berangkat pun bisa
dihitung dengan jari. Iya pada waktu itu diantara kami sempat mengabadikan foto
selfie gajelas kami. Setidaknya kumpulan foto inilah yang kami gunakan sebagai
penawar rindu diantara kami :’)
“Kak,
kamerane bening. Mukamu iso putih! Wkwkk”
“Gaje
ya kamu, kak. Yok ndang selfie.”
“Gaya-gaya!
Selfie gak ngejak-ngejak. Aku meluuuu!”
“Ketika
kesepian menyerang diriku, gak enak badan resah tak menentu, ku tahu satu cara
sembuhkan diriku, ingat teman-temanku. Don't you worry just be happy, temanmu
disini… Kamu
sangat berarti, istimewa di hati, selamanya
rasa ini, jika tua nanti kita
telah hidup masing-masing ingatlah hari ini…”
–Ingatlah Hari Ini, ProjectPop.
Sudah
dulu ya mengingat masa lalunya, sebenarnya masih banyak episode-episode masa
lalu di kelas sosial 2. Bukan berarti saya gagal move on tapi memang benar sih, wkwk. Ingat, saya orangnya
pengingat(-ingat)! Semoga barisan (para mantan) (karena lagu berlirik barisan
para mantan selalu dinyanyikan di kelas) dan barisan-barisan hebat lainnya di
kelas (tak) membaca personal literature
saya. Ini absurd gaes, jangan di baca! Awas kena sawan!
Untuk ke-38 kawan seperjuangan,
tentang semuanya yang telah berlalu dan hanya bisa di kenang. Yang terkadang
sering mengoceh tanpa digubris, yang sering di ampat, dijahili, disengak,
yang terkadang sering membuat kelas petjah
karena guyonan, yang terkadang sering di couplekan
di kelas, yang terkadang sering gambar, main catur, baca novel di kelas, atau
bahkan yang terkadang sering berbicara ngalor-ngidul
tepat di bawah AC, dan semua tentang-tentang yang telah lalu. Terima kasih
kalian, barisan kelas sosial 2—solidaritas tanpa batas! Karena perbedaan
diantara kita adalah suatu keindahan yang tiada terkira nilainya. Salam :)
Cc: Riski, Zein, Istiqomah, Rosyidah, Putri, AmaliyaKh, Siska, Yeni, Nafis, Rajiv, Ina, Dina, Riska, Miftah, Huda alias Je, Madu, Malik, Jazuli, Fiklul, Budi, Listyowati, Azis, Ilma, Gus Syarif, Mega, Fitrohtul, Musa, Nur Hidayah, Afrizal, Indro, Vera, Rossa, Fahmi, Murtafiah, Novita, Refo, Yuda, dan Sofi.
Komentar
Posting Komentar