MENULIS ADALAH

MENULIS ADALAH
Oleh: Amaliya Khamdanah

            Hai-hai-hai! Salam sejahtera untuk kita semua, Assalamualaikum!

          Mau posting apa bingung sendiri. Di waktu banyak tugas numpuk ide bermunculan, eh di waktu tugas sudah selesai idenya langsung ilang. Ini salah siapaaa?! *nangisdipojokan* Oke, abaikan curhatan gajelas pemilik blog absurd ini, abaikan, jangan dipikir dalam ntar sakit loh. Wkwkkk.

            Postingan ini termasuk repost kali ya? Iyain aja! Nah, pada postingan ini saya mau bahas ‘manulis adalah’, nah adalahnya itu apa? Gak tahu kan, saya juga gak tahu kok *tosh!

            Minggu, 13 November 2016, tepatnya. Saya menyempatkan diri untuk berjalan-jalan siapa tahu ada yag ngasih buku gratis *eh! Jelasnya pada Minggu tersebut saya bersama teman-teman menyempatkan diri datang ke festival buku Semarang. Nah, acara tahunan Semarang ini selalu dinantikan oleh siapa saja—terutama penikmat buku—dari Semarang dan sekitarnya. Selama setahun, festival buku Semarang ini diadakan dua kali dengan rentan waktu yang cukup lama, dihadiri banyak penerbit buku di Indonesia. Tahu nggak? Bukunya murah-murah lho, dari yang 5000-an sampai ya gitulah.

            Nah, ini salah satu buku yang saya dapat di festival buku tersebut. Sebenarnya saya mencari buku ini sudah hampir setahun, bolak-balik ke Gramedia Pandanaran tapi gak nemu-nemu juga, stok habis kali ya? Iyain aja! Nah, pas minggu lalu tepatnya (13/11), saya dan teman-teman sengaja muter-muter ke setiap stand penerbit yang di sediakan, mulai dari pintu masuk sampai ke pintu masuk lagi. nah terhentilah langkah saya di stand milik penerbit tersohor di negeri ini, yups Diva Press! Mata malihat kanan kiri *kayakmaunyolonggitu* cari apa saja, dan tepat saat kedua bola mata saya terhenti pada rak buku yang tertata rapi ada buku berjudul, “Aku Bisa Nulis Fiksi” seketika saya langsung meraih buku yang berada di rak paling atas itu lantas tertawa melihat teman saya yang berdiri tak jauh dari saya. Alhamdulillah, akhirnya…


Perjuangan banget  dapat buku ini, buku karya Joni Ariadinata (Redaktur Majalah Sastra Horison). Kejadian nih tepatnya pas mau bayar bukunya, mas-mas kasir ngomong, “Ada Kmpus Fiksi di gedung sebelah, mbak. Mbak gak ikut?”  Seketika iman saya goyah, “Telat daftar, Kak.” yah belum rezeki-lah intinya. Wkkwk, mulai gajeee. Bukunya tebal banget, 456 halaman, rekor! Kali ini pertanyaannya satu, kapan khatam baca bukunya?

Maafkan saya yang tak sempat berfoto di dalam gedung, soalnya rame banget. Yaaa, pas di dalam gedung juga, saya sempat reoninan dengan beberapa teman dan bertemu guru PPL 2015 lalu. Wkwkk, curhattt Mal?

       Nah ini adalah area depannya. Ada papan besar berlukiskan sepertinya sastrawan Indonesia—Pramoedya Ananta Toer. Di samping papan besar ini ada berjejer nama-nama tokoh sastrawan dunia, banyak sekali. Bahkan filsuf terkemuka, Plato dan Aristoteles pun ada, sayangnya saya tak sempat berfoto disamping gambar beliau. Hehehee.


Menulis adalah keberanian. Begitulah kalimat di papan besar itu. saya sempat berpikir dalam mengenai kalimat itu, hingga akhirnya saya mengangguk tak menegrti. Selama perjalanan, saya masih berpikir kalimat itu, lama sekali mencernanya. Hingga akhirnya, Allah berbaik hati membuka mata hati. Menulis masa lalu juga perlu keberanian. Iya, saya langsung ingat quote dari Iwan Setyawan (Penulis Novel: 9 Summer 10 Autumns) Alhamdulillah…

Yak, selesai sudah repost-an saya kali ini. Inti dalam postingan ini malah lebih menjurus ke pengalaman ketimbang judulnya, hehee ampuni saya :’D Perlu digaris bawahi saja, menulis itu menyenangkan, sangat menyenangkan. Jangan takut untuk memulai sebuah kata dan merangkainya menjadi sebuah paragraf. Menulis adalah keberanian. Semangat nulis, kawan! #YokNulis :) 

Komentar