KELUAR KOTA SETIAP HARI

KELUAR KOTA SETIAP HARI
Oleh: Amaliya Khamdanah

Gapura Selamat Datang di Demak perbatasan dengan Semarang Timur (foto lama)

            Assalamu’alaikum, salam sejahtera untuk kita semua!
            Keluar kota setiap hari? Nggak salah tuh nulisnya judulnya? *seketikahening*

            Fyuuh… Maaf postingan pada kata pertama paragraf ini sudah gajelas. Anggap saja penulis habis lari-lari ngejar kamu *eh! angkutan umum maksudnya. Postingan kali ini masih sama seperti yang kemari-kemarin, kok, menitkberaratkan pada pengalaman dan setiap hari saya lakukan.

            Keluar kota setiap hari. Yups, postingan saya gak jauh-jauh dari judul itu, melenceng dikit mah sudah biasa. Sebenarnya saya gak mau bahas hal ini, tapi dipikir-pikir boleh juga posting hal seperti ini. siapa tahu ada yang terinspirasi.

            Postingan ini sebenarnya saran dari adek kelas saya di madrasah, saya sempat kebingungan dan bertanya pada dia, “Enaknya posting apa dek di blog? Jujur, aku kesel nulis masa lalu terus. Berat! Benar, nulis masa lalu butuh keberanian.”  *nangisdipojokan* Nah, selang beberapa menit kemudian muncul-lah chat ringan di wa(ssalamu’alaikum), “Ya mbak nulis saja pengalaman saat kuliah. Pas perjalanan misalnya, atau nggak pas tidur di kelas *eh!” Mulai dari percakapan ringan itulah saya terinspirasi buat nulis ini di blog. Yah Mal, blogmu kalau dipikir-pikir banyak curhatnya! Lho siapa tahu rezekinya kayak Bang Raditya Dika, nulis personal literature di blog dan sekarang jadi penulis terkenal. Aamiin ya Allah.

            Saya sekolah di Perguruan Tinggi Islam Negeri di Kota Semarang, ngomong aja Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Jurusan? Jangan ditanya ya. Heheheee. Wah pinter bahasa Arab dong? Ya, nggak juga. Haaah. *abaikan!

            “Namamu siapa?”
            “Asli mana?”
“Kamu ngekos dimana?”

            Seperti itulah percakapan yang sering diulang setiap waktu berkenalan dengan teman baru. Nah, banyak cerita nih. Pas teman-teman baru menayakan hal-hal tesebut pada saya dan saya pun  fasih menjawab, kecuali satu—kamu ngekos dimana?—nah pertanyaan sederhana itu bisa seketika bikin hati kena duri. *alay! Ketika pertanyaan itu diajukan untuk saya, seketika respon saya langsung tersenyum, dalam hati ngomong aku nglaju. Setelah beberapa detik kemudian saya baru jawab, “Nggak ngekos, kok.” Nah respon selanjutnya pun si penanya terkejut, “Terus nglaju? Loh rumahmu dekat sini?”

            “Nggak, rumahku Demak.” Saya membalasnya dengan penuh kebanggaan.
            “Loh yang rob itu ya?” Nah, biasanya kalau teman-teman saya yang asli Semarang dan sekitarnya langsung jawab gini, ngena banget pokoknya. “Tiap hari banjir terus ya? Duh kalau berangkat terus kana macet gimana?”

            Ada lagi responnya, “Lho, Demak? Demak kan jauh, kenapa gak ngekos aja? Terus kalau kecapekan gimana? Terus kalau kena macet gimana?”

            Dan saya paling suka dengan respon gaje seperti ini, “Eh kok kamu strong banget ya? Aku jadi kamu, mending pilih ngekos, capek tahu kalau tiap hari nglaju.” Ya, kata strong itu lah yang membuat saya terinspirasi. Terinspirasi apanya? Terinspirasi buat nulis dengan metode pengamatan ‘gila’.

            Setiap hari, kecuali hari Kamis, Sabtu, dan Minggu saya selalu berangkat dari rumah jam enam tepat, kadang juga di hari-hari tertentu berangkat dari rumah sebelum jam enam. Nah lho, ngapain disana? Ya semedilah, hahahaa.

            Setiap hari ngangkot dan naik bus Trans Semarang. Oke saya iklan lagi :’D Nah, sensasi naik Trans Semarangnya itu asik banget. Ya, walau pun kebanyakan teman saya selalu berkata, “kamu gak capek?” tapi saya tetap enjoy, yak  karena itu menikmati setiap perjalanan di dalam bus Trans Semarang. Lumayan, selama perjalanan itu pula terkadang ide ‘gila’ buat nulis sering muncul. Misalnya ini,  dan beberapa tulisan absurd lainnya. Otw ke novel nih, idenya juga muncul dari pengamatan ‘gila’ di sepanjang perjalanan keluar kota naik Trans Semarang. Doain yaaaa :)

            Keuntungan setiap hari keluar kota itu ya paham dan hapal nama jalan yang selalu dilewati, toh kalau lebih jeli lagi akan gampang ingat dimana saja titik rawan polisi. Wkwkk. Setiap hari pula selalu lewat Kota Lama dan Pasar Johar. Dan lagi-lagi saya selalu mengingat kejadian itu (read: postingan sebelumnya) semua kenangan terjadi di jalan Pemuda. Huaaa, kok tiba-tiba laper, ada apakah gerangan? *abaikan

Jepretan diambil saat di dalam Trans Semarang.

            Lawang Sewu dan Tugu Muda jadi makanan sehari-hari. Terkadang kalau saya lagi duduk dipojokan dan pas sampai di rute Tugu Muda, saya sering melamun, eh bukan maksudnya lebih sering merenung. Ya, itulah alasannya. Malu pada diri sendiri. Coba tengok sebentar saja perlawanan para pemuda Semarang dulu dalam membebaskan bangsa dari penjajah? Ya Allah… kalau diperhatikan dengan seksama di Tugu Muda juga ada reliefnya (bagian bawah) mengenai perjuangan zaman penjajahan dahulu. Pokoknya kalau lewat kedua tempat itu rasanya, duuuh. 

            Lanjut terus sampai akhirnya lewati berbagai nama jalan di Semarang—Jl. Jend. Soedirman, Jl. Siliwangi, Jl. Prof, Hamka—dan sampailah di kampus hijau. Ketika pulang pun sama, berjalan kaki menuruni lereng *alay!* hingga sampailah pada halte dan nungguin kamu, eh bukan, nungguin bis Trans Semarang, melewati jalan serupa dengan berbagai cerita. Dan sampailah pada kota kelahiran kembali—Demak.

            Gaje-las banget ya postingannya? Terima kasih sudah menyempatkan mampir dan membaca hal yang tidak penting ini. Setidaknya tulisan ini sedikit mewakili para kawula muda yang setiap harinya keluar kota. Salam sejahtera lagi untuk kita semua. Salam!

Komentar