JALAN-JALAN #RAPI
JALAN-JALAN #RAPI
Oleh:
Amaliya Khamdanah
“Besok
Aku mau ke Gramedia.”
“Sama
siapa?”
“Sama
Tas.”
“Serius
sendirian ke Gramedianya?!”
“Iyalah,
kamu mau ikutan juga?”
“Selain
hari itu Aku ikut!”
Oke, kembali lagi dengan saya,
manusia yang sukanya nulis pengalaman :’D (Ngomong aja ‘sukanya nulis masa
lalu!’) Hehee. Percakapan sederhana di atas adalah perwakilan curhatan hati
sebelum kami ketemuan di pekan selanjutnya. Kok bisa? Karena kami beda jurusan
dan beda sekolah. Haaa! Saya masih ingat, saat janjian mau ketemuan itu lewat
pesan singkat alias SMS, pagi-pagi banget pokoknya. Saat itu saya sedang di
dalam bus dan dia katanya otw
berangkat ngampus.
“Kamu
kosong hari apa, gaes?” Saya lebih sering menggunakan kata gaes ketimbang guys. Gak tahu kenapa pas ngetik kata gaes saya langsung ingat stand
up dari Dodit Mulyanto yang sering menyapa gaes dengan logat medoknya.
“Ajak
Sen dan Ros juga, Kak!”
Saya langsung berpikir. Ini ke Gramed ngajakin orang banyak, tapi
kalau ujung-ujungnya yang beli buku Aku sendiri kan gajeee. Di kenyataannya
saya mengangguk dan jari-jemari saya melesat mengetik “Oke” lantas mengirimnya kembali.
Beberapa jam kemudian setelah
perundingan yang membosankan, akhirnya dia mengirimkan pesan singkatnya, “Oke, kita ketemuan di rumahku, Sabtu jam
09.00!”
Nah, beberapa paragraf diatas adalah
cerita pertama kami setelah lama tak bersua di dunia nyata, sebelumnya setelah UJM
kemarin (Agustus 2016) kami sudah jarang sekali keluar untuk sekadar
jalan-jalan menikmati alam dan wisata Semarang. Mengobrol pun hanya lewat pesan
singkat—SMS—atau pun chat facebook.
Saya sengaja buat judul Jalan-jalan #RAPI beserta gambar absurdnya. Itu asli buatan tangan saya
atas izin Allah, lho! Nggak copas
dari internet! Supaya besok-besok kalau ada acara jalan-jalan lagi entah ke
wisata Semarang-Demak pun sudah ada judul, tinggal di sambung saja. Hahaa.
Sekali lagi, selamat membaca tulisan absurd
bin amburadul saya! Semoga tetap legowo.
Sebelum
#UN2016, kami sempat jalan-jalan ke Semarang, tepatnya di PRPP. Sayangnya saat
itu kami tak lengkap dan tak sempat berfoto bersama. Setelah #UN2016 berakhir
dengan kesepakatan bersama yang tentu sedikit membosankan, kami bersepakat
untuk mengisi kekosongan libur setelah #UN2016 dengan berkunjung ke salah satu
PTN di Semarang, dengan bermodal nekat kami berangkat. Eh, ujung-ujungnya
nyasar jauh beud! Hahaaa. Pada paragraph ini kapan-kapan akan saya bahas di
postingan selanjutnya, soalnya lucu.
Oktober
2016 kemarin tapatnya. Saya dan ketiga teman baik saya ketemuan. Ingat kami
bertiga tepat jam Sembilan lebih setengah jam! Molor banget kan? Maklum, bangsa
ini penghasil karet terbesar di dunia. Heheee. Setelah lama menunggu, akhirnya
kami berempat berangkat menuju tempat yang sudah di rencanakan sebelumnya:
Gramedia Pandanaran Semarang.
Perjalanan
tidak terlalu lama. Benar saja sesampainya di lantai 2—pusat buku—saya dan
ketiga teman baik berkeliling dari rak ke rak buku lainnya. Naas, setengah jam
berlalu buku yang di cari tidak ketemu. Hampir pasrah, bung! Hingga pada
akhirnya Allah menunjukkan kebenaran, membuka pikiran kami untuk bertanya
kepada petugas. Alhamdulillah, buku
bersampul merah muda nan unyu pun dalam genggaman.
“Anterin ke stadion Diponegoro,
ya.”
“Mau nonton futsal?”
“Beli bukulah!”
Nah,
acara nemenin saya ke Gramedia sudah selesai. Ternyata, perjalanan mencari buku
tak berhenti sampai di Gramedia, kami bergegas menuju tempat jualan buku
lainnya yang tentu sesuai kantong kami (baca: harga). Sama seperti sebelumnya,
kami mencari buku itu kesana-kemari, dari toko A ke toko B dan seterusnya.
Hingga Ros—salah satu teman saya—menemukannya.
“Mampir pom bensin dulu, gih! Kita
sholat Dzuhur disana.”
“Iya-iya.”
Nah,
padahal rencana kami setelah mengisi kekosongan perut langsung jalan lagi ke
pom bensin terdekat untuk sholat Dzuhur. Tak disangka setelah melewati beberapa
pom bensin kami tidak berhenti malah terus jalan. Saya sempat berpikir, katanya mau sholat di mushola pom bensin kok
gak berhenti? Tak disangka dari kejauhan terlihat menara Masjid Agung Jawa
Tengah, dan seketika saya langsung paham maksudnya. Sholat dan wisata. Heehee.
Masjid
Agung Jawa Tengah menjadi ikon kota Atlas ini. Luas bangunannya gak tahu berapa
hektar, yang jelas luas pake banget, di belakang masjid juga masih terdapat
lahan kosong dan pasar relokasi dari pasar Johar yang sempat terbakar tahun
lalu. Bangunan Masjid Agung Jawa Tengah—MAJT—ini dibangun dengan perpaduan khas
Eropa dan Timur Tengah, Qubahnya kalau menurut saya mirip dengan Masjid ternama
di Turki (gak tahu namanya). Di area batas suci pun ada paying-payung raksasa
yang setiap Jum’at selalu di buka, sedangkan hari-hari biasa paying raksasa di
tutup. Bingung ya dengan penjelasannya? Hehehe. Di sisi kanan MAJT terdapat
menara yang dikenal sebagai Menara Al-Husna, tingginya 99 m. Wow! Di kanan kiri
masjid juga terdapat hall yang biasanya di sewa untuk acara keluarga, dan ada
perpustakaannya, lho!
Kami
sengaja berjalan menuju belakang masjid, mencari tempat ‘yang baru’ menurut
kami. Dan benar saja, sesampainya di belakang masjid yang super megah itu kami
mendapati kesunyian, hanya beberapa orang yang lalu lalang di tempat itu.
Segera jurus alay kami keluarkan, berfoto sepuasnya! Nah, momen foto bersama
ini, bagi kami adalah sesuatu hal yang luar biasa, setelah sekian lama tak
berjumpa dan bercerita. Sungguh, kami tak menyianyiakannya. Kami sadar, porsi
kami berjumpa dan bertatap muka tak sebanyak bulan-bulan lalu. Hingga akhirnya
kami lupa pada waktu yang terus berjalan. “Cepet
banget, ya?”
Komentar
Posting Komentar