CINTA DALAM AKSARA #2



CINTA DALAM AKSARA #2
Oleh: Amaliya Khamdanah


                  Teriakan para senior menggema. Ruang serba guna milik sekolah sesak dengan manusia-manusia yang mayoritas mengenakan seragam putih-biru, anak lulusan SMP dan  MTs. Sekali lagi teriakan dari salah satu senior mengguncangkan ruang serba guna. Awalnya ruangan berpenghuni itu ramai bak pasar Legi yang biasa di Bangetayu, bahkan ramainya pun melebihi. Para senior hanya diam membiarkan, tapi lambat laun para senior naik darah. Satu, dua teriakan dari para senior tak mempan, baru untuk ketiga kalinya teriakan senior –kak Cempreng, wakil ketua OSIS—itu berhasil mengguncang ruang serba guna, tak hanya itu saja, teriakannya berhasil meluluh lantahkan seluruh fisik bahkan jiwa para peserta MOS, satu diantara 360 peserta MOS pun ada yang terjatuh. Hampir pingsan.
            “Jangan pingsan dulu.” ucap seseorang pesarta laki-laki yang berbaris disampingnya. Ia memegang lengan  orang  itu.
            “Eh maaf. Terima kasih sebelumnya.” balasnya lalu membenahkah diri untuk berdiri sejajar dengan yang lainnya, dan sedikit tersenyum.
            “Kau tak apa?” tanyanya lagi. Ia hanya tersenyum.
            “Eh, namaku Muhammad Fikri.” ucapnya lagi sambil mengulurkan tangan. Tersenyum, seakan dunia juga sedang tersenyum padanya.
            “Eva Raindra Rahma.” balasnya lalu tersenyum.
Sejak hari itu, Fikri dan Eva dekat. Bertukar nomor ponsel, akun sosial media, bahakan ke toko  buku bersama. Hari-hari berikutnya pun sama, setiap satu bulan sekali menyempatkan diri ke took buku di pusat kota, walau hanya sekedar melihat dan membaca sekilas tanpa membelinya. Hobi mereka hamper sama, tak heran jika Fikri dan Eva lebih mudah akrabdibanding dengan yang lain.
Hari seterusnya pun sama. Berangkat sekolah, dan selalu bertemu diparkiran sepeda motor, padahal rumah mereka berjauhan. Menyusuri koridor-koridor kelas XI jurusan Alam, Sosial, Keagamaan, dan Bahasa sekali pun, lalu berjalan lima meter lagi belok kanan sampailah pada markas kelas X. saying perjalanan mereka terhenti di kelas X jurusan Alam 3.
“Hati-hati Eva! jaga baik-baik hatimu juga yaaa!” teriakanya sambil melambaikan tangan, melengkukkan bibir, seutas senyuman tersimpul indah. Eva hanya mengangguk, dan sedikit tersimpu malu. Eva masih meneruskan perjalannya menuju kelas X jurusan Sosial 1.
Istirahat pun  juga. Terkadang Fikri menungguinya dibelokan, untuk sekedar menyapa atau bahkan mengajak makan bersama di kantin sekolah. Bahkan pulang sekolah pun masih saja sempat mengobrol ngalor-ngidul hingga akhirnya terhenti di parkiran sepeda motor. Teman-teman mereka curiga, mereka pacaran-kah?  Selalu saja begitu. Tanggapan mereka berdua pun sama, anggap saja angin lalu.
“Eva ikut OSIS yuk?” ucap Fikri sore itu usai mengikuti ekstra English Club.
“Ah males Fik. Enakan ikut jurnalistik sekoalah.” jawab Eva  menatap orang-orang yang lalu lalang di koridor-koridor kelas XII.
“Kenapa? Bias famous  jika ikut OSIS lho, Va!” ucap Fikri lagi antusias, kali ini melihat lawan bicaranya. Sedang lawan bicaranya masih menatap hal yang sama seperti beberapa detik yang lalu. Suasana legang sejenak. Eva baralih menatap langit sore yang masih biru belum bercampur sanja. Tujuh detik berikutnya Eva beralih menatap Fikri yang duduk tak jauh dari dirinya. Angin sore berembus pelan, menerbangkan sedikit kerudung putih yang  Eva kenakan.
“Gak bidang aja Fik. Kamu kan tahu kalau aku anaknya pendiam. Jadi pasti kalah kalau pas seleksi debat OSIS nanti.” jelas Eva menatap lawan bicaranya.
“Terus mau ikut jurnalistik sendirian?”

“Lha gimana lagi? Nanti juga bakal dapat teman kok. Yang penting itu temenan kita tetep lanjut. Hahaa!” jelas Eva lagi lalu tertawa. Fiki masih menatap lekat mata itu, orang disampingnya tertawa.


Cinta Dalam Aksara #3

Komentar

  1. roman romannya, gue pernah tau tokoh dalam cerita ini :3 , kepo nih ama lanjutannya.. buat yang paling baper ya mbakhanda. salam baper!!

    BalasHapus
  2. Wkwkwkwk, terinspirasi dari anime gaje itu :v wkwk

    BalasHapus
  3. mungkinkah anime varokah itu? #astaghfirullah

    BalasHapus

Posting Komentar