PATAH HATI YANG (UN)FAEDAH

PATAH HATI YANG (UN)FAEDAH
Oleh: Amaliya Khamdanah



Assalamu’alaikum. Hai! Ada yang kangen tulisan absurdku di blog-absurdku ini? Tentu nggak, kan, udah ngaku aja! Oke baik, tanpa banyak ketikan di awal paragraf ini, saya bakal membagikan lagi pengalaman dan apalah-apalah dari salah satu acara di Gramedia Balaikota Semarang. Penasaran? Terus scroll perlahan. Haha.

Tulisan ini ditulis setelah acara berlalu dua bulan kemudian, karena acara talkshow ini dilaksanakan di bulan yang manis tragis; Februari.

“Heh, acaranya masih lama.” Balas salah seorang teman melalui whatsapp. Aku terkekeh geli. Saksirku to ya, yang share kan aku. Pikirku saat itu. tanpa banyak berpikir lagi, maksudku agar tidak bercabang lagi pikiranku, segera kubalas balasan itu.
“Iya masih lama, tapi harus planning dulu dong.” Balasku. Temanku malah tertawa.
Memang, ketika mendapat informasi mengenai acara literasi atau bedah buku, saya selalu membagikan info tersebut ke WA/Instagram. Pasti paham, namanya juga usaha cari teman ke sana. Haha. Eh.

24 Februari lalu, bertempat di Gramedia Balaikota yang terletak di jalan Pemuda, salah satu komika SUCI 5 ehiyanggaksih ke Semarang untuk talkshow buku terbarunya. Yups, siapa lagi kalau bukan Wira Nagara. Pasti sudah pada tahu beliau, kan? Yang terkenal akan patah hatinya itu. Haha.

Wura Nagara
Jujur saja, seneng banget pas tahu Semarang masuk list acara dari Mediakita itu. Ya, selain bisa ketemu dan foto bareng Wira Nagara, acara ini gratis! Haha. Sempat terlintas juga kalau Wira Nagara bakal stand-up comedy. Tapi enggak sih. Heuheu.

Acara yang ditunggu pun mulai. Wira Nagara memperkenalkan diri, “Panggil Mas Wira saja, ya, biar Jawa banget. Haha.” Katanya saat memulai acara. Audiens pun tertawa.

Mas Wira banyak bercerita di mulai dari menulis di blog sampai ketemu penerbit. Terlampau jatuh hati hingga patah hati. Dari bersedih-sedih sampai karya bertubi-tubi.

Bukunya adalah Distilasi Alkena dan Disforia Inersia, semuanya terbitan Mediakita. Bedanya hanya diisi buku. Kalau Distilasi Alkena lebih mengarah pada kolaborasi antara kimia dengan hati (read: tentang cinta, rindu, patah hati), sedangkan di Disforia Inersia lebih pada fisika dan hati (read: tentang cinta, rindu, patah hati, melepaskan bebas, bahagia). Kalau penasaran baca saja bukunya. Haha.

Bahkan Mas Wira sempat berkata kalau idenya juga berasal dari kota ini, maksudnya dari seseorang yang sempat mengenyam pendidikan di Semarang. Ealaaah. Jadi ketika berkunjung ke Semarang, ingatan-ingatan tentangnya menyeruak keluar. Haha.

Yakin, ini adalah talkshow kedua yang saya ikuti dan isinya tertawa tok. Seru dan asyik. Ya, dari tertawa itu memang akhirnya otak kita kembali refresh dan tentunya ada hal yang tersampai di baliknya. Oh iya, sebelum acara berakhir, Mas Wira juga mempersilakan audiens untuk bercerita tentang mantan terindah. Nah, pas bagian ini ada tiga orang yang dipersilakan maju. Tapi, jujur saja cerita yang berhasil membuat kami—Mas Wira, Mbak moderator, dan audiens—tertawa sekaligus deg-deg-an bareng! Seru!

Sudah ya postingan kali ini. Kapan-kapan lagi cerita lagi. Haha.
“Biar masa lalu jadi kenagan, usah kau ungkit segala kesalahan. Jadikan pelajaran, hatimu akan dikuatkan.” (Distilasi Alkena. Hlm: 82).

Patah Hati yang (Un)Faedah,

Semarang, April 2019.

Komentar