KUNTI KUTU BUKU
KUNTI KUTU BUKU
Oleh: Amaliya Khamdanah
Siang
menghanyutkan. Ia melangkahkan kakinya menuju perpustakaan. Sepi. Hampir setiap
jam istirahat ia mengunjungi tempat yang katanya sebagai cakrawala dunia.
“Ziaaa
bareng!” teriak seseorang dari kejauhan. Sosok yang bernama Zia pun terhentikan
langkahnya, refleks menoleh ke sumber suara tersebut.
Zia
tersenyum. Tiga temannya berjalan beriringan dengannya. Kali ini, ia ke
perpustakaan bersama ketiga temannya. Tujuan mereka sama, mencari buku. Buku
apapun itu. Hanya saja salah satu dari ketiga temannya itu hanya ikut-ikutan
saja. Bahkan Fela –salah satu teman Zia—pernah berkata bahwa
“Bener
Zia, dengerin dulu ceritanya. ini gak mengada-ada kok, beneran deh!” timpal yang lain dengan ekspresi ke-alay-alayan. Seseorang berkerudung putih itu, akhirnya menuruti apa kata temannya, untuk mendengarkan
cerita yang menurutnya
konyol itu. Zia
adalah
namanya, siswi SMA yang masih duduk dibangku kelas sepuluh. Ia memiliki hobi yang begitu hebat, yaitu membaca buku. Zia
sangat menyukai buku,
teman-temannya menjulukinya kutu buku forever,
seribu buku lebih telah ia baca, entah buku tebalnya yang Masya Allah sampai
bikin kepala pusing, buku yang gak terlalu tebal maupun tipis, dan banyak lagi deh pokoknya. Zia
juga sangat pandai dalam bidang akademik, berulang kali Zia mengikuti lomba dan
berulang kali pula Zia membawa pulang piala. Walaupun begitu Zia sangat tidak mempercayai
adanya hantu alias setan. Zia
selalu berfikir teoristis dan menganggap semua itu hanya tahayul belaka.
“Ohhhhh.” angguk mereka bersamaan.
BRRRUUUKKK
“Eh apa itu? Ada yang jatuhkah?”
tanya Ela tiba-tiba, yang sedari tadi duduk
disamping sang narasumber. Zia,
Ela dan teman-temannya pun menoleh ke arah suara benda jatuh tersebut.
Merekapun berjalan mengendap-ngendap menuju suara tersebut hingga akhirnya
mereka menemukan sebuah buku yang di duga itu adalah asal suara benda yang jatuh
beberapa menit yang lalu.
“Zi, buku, kesukaanmu!” teriak Ela mendekati buku itu.
“Eh, jangan sembarangan dulu, Ela!” balas
Zia mendekat.
“Mungkin itu bukumu Zi, yang ketinggalan
dikelas kemarin?” sambung
Dee menatap buku yang tergeletak dilantai.
Merekapun
kembali mengoceh kesana kemari tanpa
ada titik komanya. Dan cerita yang menurut Zia konyol itupun
kembali lagi, tetapi dengan aroma mistik yang lebih nyata dan menyeramkan. Mereka seolah-olah dibawa menuju masa
lalu, dimana kejadian
itu terjadi, dan dimana buku itu tiba-tiba jatuh saat seseorang
menceritakan kejadian yang seratus
tahun yang lalu terjadi.
Buku
tebal, cokelat dan kusam, itulah ciri fisik buku yang beberapa menit yang lalu
jatuh tanpa sebab, padahal ruang kelas sangat sepi, kecuali segerombolan teman
Zia yang bercerita didekat jendela kelas. Tak ada angin yang berhembus kencang,
hanya ada kipas angin yang menyala, itupun menunjuk angka satu.
“Ketika ada seseorang yang menceritakan
kejadian itu, pasti buku itu akan tiba-tiba muncul, entah darimana buku itu
akan muncul dan jatuh,” ungkap Wahyu yang sedari tadi mengoceh
seperti narasumber yang diwawancarai oleh wartawan nasional. “Dan yang
anehnya lagi, buku
itu...”
KRRREEEKKKKKKKKK
Tiba-tiba
pintu kelas terbuka sendiri, padahal tidak ada satupun orang yang membuka pintu
itu, tak ada satu orangpun yang berdiri diambang pintu kelas, hanya pintu yang
satu jam lalu dikunci Ela dari dalam.
“Eh, jangan-jangan itu buku...” ucap Dee tiba-tiba menunjuk-nunjuk buku
tebal itu.
“Aaaaaaa!!!!!!” teriak histeris mereka bersamaan.
Mereka segera mundur dan menjauh dari
buku itu, suasana kelas menjadi mencengangkan dan bahkan pintu kelas kembali
tertutup rapat. Seperti ada
sambaran kilat di siang bolong,
“Aaaaaaaa!!!!!!” teriak mereka kembali. Setelah sadar bahwa pintu kelas kembali tertutup.
“Hei cepat ayo kita keluar!” seru Ela berlari menuju ambang pintu.
GREEKKK-GREEKKK-GREEKKK
“Ela bagaimana? Bisa gak sih buka pintunya
dipercepat sedikit?”
protes Kaka, Dee dan Riiin bersamaan. Sedangkan Ela terus mencoba agar pintu
itu terbuka, dan segera keluar dari ruang lingkup yang berbau mistis itu.
Mereka semakin kebingungan akan keadaan yang mereka alami.
SREKKK-SREKKK-SREKKK.
“Eh, diem-diem!” Ziapun mulai angkat bicara, padahal sebelumnya
Zia tak mau tau akan cerita konyol itu.
“Zi, apa?” bisik Wahyu pada Zia.
“Denger gak suara orang berjalan?” tanya Zia kembali dengan raut muka
serius.
SREEKKK-SREEKKK-SREEKKK
GLEEEKKK!!!
“Aaaaaa!” teriak histeris mereka kembali, merekapun
berlari menjauhi daun pintu kelas.
“Zi...
Aku takut.” lirih Riiin ketakutan.
“Bagaimana ini kalau kita gak bisa
keluar!”
lanjut Kaka, yang juga ketakutan.
“Bapak Ibu, maafkan anakmu ini!” seru Dee berulangkali.
“Aaaa!
Bu-bu-buku
itu!” teriak
Wahyu histeris setelah melihta buku tebal dengan sampul yang kusam itu jatuh
tepat dihadapan Zia, Sang kutu buku forever.
BRRRUUUKKK!!!
Tiba-tiba
pintu kelas terbuka, ya untuk kesempatan kali ini pintu kelas kembali terbuka
lebar setelah angin kencang datang menghampiri beberapa detik yang lalu. Mereka
segera berlari meninggalkan ruang kelas, dan menuju lantai satu untuk
menenangkan diri. Setelah
sampai dilantai satu, mereka kembali merasa aman, tak ada gangguan aneh lagi yang
menghampiri mereka, tetapi ada satu hal yang menurut mereka itu aneh, suasana sekolahan yang berbeda.
“Eh, kok tumben ya, sekolahan sudah sepi?” celetuk Dee memecah keheningan.
“Iya-ya, kok tumben banget?
Jangan-jangan...” lanjut
Riiin yang tiba-tiba perkataannya terpotong oleh suara benda jatuh.
BRUUUKKKKKK
“Hei!
Kenapa kalian tidur disaat pelajaran Ibu
berlangsung! Apa kalian ingin mendapat hukuman dari Ibu!” gentak seorang wanita membawa lengkap membawa buku tebal dan
penggaris kayu, wanita yang
tak lain adalah guru mata pelajaran matematika.
“Dan kamu Zia! Kamu juga Ibu hukum, karena tidur pada jam
pelajaran Ibu!
Kalian berenam sekarang berdiri didepan salama jam pelajaran Ibu berlangsung!” lanjut Guru Matematika tersebut dengan
aksinya yang menggebu-gebu. Hingga
membuat suasana dikelas menjadi hening dan menegangkan.
“Apa maksud dari semua ini? Ini nyata
atau hanya mimpi belaka?”
batin
Zia berulang kali, dan
menatap satu-persatu teman sekelasnya.
***
Malam mulai berpamitan,
dan Pagi mulai menyapa semua mahluk hidup. Seperti biasa Zia berangkat ke
Sekolah menaiki sepeda bisu kesayangannya. Zia menikmati sekali udara yang
berhembus di sekelilingnya.
“Ela! Nanti kita ke Perpus ya! Jangan
lupa pas jam istirahat pertama!”
teriak
Zia dari ambang pintu kelas X-G, sedangkan
Ela masih berada di ruang guru.
“Huhhh...” lirihnya mengusap keringat yang keluar
dari dahinya menggunakan saputangan
miliknya.
Zia kembali membaca buku sejarah yang baru ia pinjam kemarin sore di
perpustakaan desa yang letaknya tak jauh dari rumahnya.
“PERTEMPURAN LIMA HARI DI SEMARANG.”
Itulah
buku yang Zia baca saat ini, ya memang Zia asli orang Semarang, Zia merasa
ingin tahu tentang pertempuran yang pernah terjadi di Kota Atlas.
“Sore
itu tersiar kabar, tentara Jepang menyebarkan racun kedalam tandon sumber air
minum warga Semarang, Dr. Karyadi kemudian memutuskan untuk segera pergi
kesana, padahal sudah dicegah oleh istrinya, Dr. Karyadi berpendapat lain,
karena ia harus menyelidiki kebenaran desas-desus itu karena menyangkut nyawa
ribuan warga Semarang. Tetapi hal buruk pun terjadi saat mobil yang ditumpangi
Dr. Karyadi dicegat tentara Jepang di Jalan Pandanaran. Dr. Karyadi ditembak
secara keji, ia sempat dibawa kerumah sakit, tetapi Dr. Karyati tidak dapat di
selamatkan, Dr. Karyadi gugur dalam usia 40 tahun.”
(Cr: id.m.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Lima_Hari)
(Cr: id.m.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Lima_Hari)
Zia
merasa ngeri dengan kejadian yang dialami oleh Dr. Karyadi, ia tak dapat
membayangkan segenting apakah kejadian pada waktu itu.
“Jika aku yang berada di posisi itu pasti
aku akan bersembunyi di kolong meja.”
lirih
Ela tiba-tiba dengan tawanya yang seperti mbak kun.
“Astaghfirullah, Ela!” kejut Zia, Sontak membuat Zia langsung
membanting buku.
“Eee, Zi yang sabar ya, kasihan buku itu gak punya
salah kok malah kamu banting-banting sih.” celetuk
Ela menahan tawa.
“Iya-iya, maaf deh.” balas Zia lalu mengambil buku
tersebut.
“Eh Zi, ayo kita ke perpus!” ajak Ela penuh semangat.
“Oke, ayo!” balas Zia, semangat ’45.
Perustakaan
merupakan jendela dunia, dari Perpustakaan inilah kita dapat mengetahui dunia,
walaupun kita tidak mengunjungi negara didunia secara langsung. Banyak sekali
buku-buku yang tertata rapi di Perpustakaan ini, dari buku pelajaran atau buku
nonfiksi sampai buku fiksi seperti novel-novel dan lain sebagainya.
Perpustakaan di sekolah ini sangatlah luas dan sangat lengkap akan koleksi
buku-bukunya yang menarik, dan banyak sekali siswa-siswi yang mengunjungi
perpustakaan ini pada jam istarahat.
“El, bentar ya, aku mau ambil buku dulu.”
“Iya Zi, hati-hati ya!”
Zia
pun segera mencari buku, mencari di rak-rak buku. Yups, buku sejarah! Karena Zia masih merasa
ingin tau dengan kelanjutan Peristiwa Lima Hari di Semarang.
“Tebal sekali bukunya.” batin Zia setelah melihat buku sejarah
yang ia cari.
BRUUUKKK.
“Eh suara apaan ya tadi?” guman Zia lalu mencari asal-usul suara
benda jatuh tersebut.
“Eh bukumu!” teriak Zia setelat melihat buku tebal
yang tergeletak dilantai.
“Hihihi” lirihnya,
lalu dengan sigap mengambil buku yang tergeletak di lantai tersebut.
“Eh, kok aneh banget ya orangnya?” batin Zia kembali.
Zia
merasa ada yang aneh dari orang itu, pertama dari suaranya, “SETANNN!”
batinnya
seketika.
Namun Zia segera menghapus ke-alayannya dengan
bersikap tenang.
“Sudahlah, itu hanya tahayul saja!” batin Zia menenangkan diri. Zia segera
mengambil buku sejarah itu lalu kembali duduk di samping Ela. Zia tak menyadari
kalau Zia duduk disamping wanita yang menurutnya aneh itu.
“Hihihi”
“Hihihi..” lirihnya untuk yang kedua kalinya.
“Berisik banget sih!” gerutu Zia pelan.
“Hihihi... Hihihi... Hihihi... Hihihi...”
“Hei, bisa diem gak!” bentak Zia, hingga akhirnya Zia menoleh kesampingnya dan berteriak, “SETANNN!!!”
Sontak
membuat para siswa-siswi yang mengunjungi perpustakaan berhamburan keluar,
tetapi yang anehnya Zia masih berada di dalam perpustakaan.
“Kok kamu gak lari?” tanyanya tiba-tiba pada Zia.
“Gak ah, capek.” balas Zia singkat.
“Tapi kenapa kamu tadi berteriak? Aku ini
kunti lo, iya mbak kun!” lanjutnya
meyakinkan
“Oh, jadi kamu yang namanya mbak kun ya?
Tapi kok gak nyeremin?”
“Masak aku gak nyeremin? Apa aku kurang make-up?” balasnya sembari melihat kaca
“Mungkin.” balas Zia singkat, dan mengangguk pelan.
“Beneran deh orang ini gak ada
takut-takutnya, dari tadi jawabannya singkat mulu!” batin wanita aneh alias kunti itu, ia
kembali berpikir
untuk menakut-nakuti orang yang satu ini.
“Apa
orang ini stress atau mungkin dia setan juga? Upsss.”
“Eh, kamu ini manusia, kenapa gak takut
dengan aku?” tanyanya
kembali.
“Kamu tanya dengan aku ya?”
“Kamu, iya kamu.”
“Aku? Aku? Aku hanya takut pada Allah,
maaf ya anda kurang beruntung.”
balas
Zia, lalu kembali melanjutkan membaca buku.
“Ciecieee...”
“Eh tapi kamu tau gak mbak kun?” ujar Zia tiba-tiba. “Kamu itu sopan banget lo, Liat aja
pakaianmu sopan banget lo! Nutupin aurat juga, gak kayak anak remaja jaman
sekarang ini.” lanjut
Zia menatap pakaian putih mbak kun itu.
“Masak to? Aku gak percaya.”
“Iya bener mbak, aku gak bohong,” balas Zia, meyakinkan makhluk dunia lain itu, “Cieeeee...
Mbaknya gak pernah jalan-jalan ni yeee,,...” lanjut Zia, terbawa virus alay.
“Hikshikshiks...” balas Mbak kun tiba-tiba menangis
“Loh kok nangis mbak, kenapa?” tanya Zia penasaran.
“Aku ini kunti kutu buku, aku dulu punya
cita-cita ingin menjadi seperti Albert Einstein, ilmuan itu looo, tau kan?” Zia
hanya mengangguk mengerti, mendengarkan curhatan mbak kunti. “Tapi... Aku keburu meninggal, ya udah
deh walau aku gak jadi kayak Albert Einstein. Aku selalu baca buku di perpustakaan
maupun toko buku.” jelas
mbak kun kembali.
“Jadi?” ujar Zia sedikit menelan ludah.
“Jadi, Aku selalu tur mencari perpustakaan di
Indonesia yang menurutku menarik. Dan salah satunya perpustakaan sekolahmu. Tau
gak buku-buku di perpustakaan sekolahmu itu lengkap banget, aku jadi betah.” tuturnya kembali. Zia hanya mengangguk
mengerti.
“Tapi mbak—”
“Tapi apa?” tanyanya penasaran.
“Tapi duniamu dan duniaku berbeda,
sebaiknya kamu kembali ke alammu” ucap
Zia, sedikit ketakutan.
“Iya aku tau, tapi aku mau disini.” pintanya.
Tiba-tiba
ada buku tebal, cokelat dan kusam itu dihadapan Zia.
“Buku...
Buku itu! Yah aku punya ide!”
guman Zia lalu mengambil buku tebal yang
ada dihadapannya. Buku yang sempat diceritakan oleh Wahyu satu hari yang lalu. Zia
jadi paham apa maksudnya.
“Kumohon,
kembalilah! Dan bawalah buku ini ke alammu!” teriak Zia mengarahkan buku tebal
tersebut kearah Setan kunti tersebut.
“Aaaaaaaaaa!” teriak kunti tersebut berulang kali. Akhirnya
kunti tersebut masuk kedalam buku tebal itu dan akhirnya buku tebal itu musnah
tertiup angin. Suasana kembali tenang dan tentram, tak ada lagi hawa mistis
yang menghampiri. Semua kembali seperti semula, membaca dan menulis di
perpustakaan.
“Zia, kamu hebat!” teriak Ela berlari menghampiri Zi. Ela yang sedari tadi melihat kejadian
itu dari ambang pintu perpustakaan. Zia pun merasa senang karena dapat membantu
mereka.
Hiaaaaa, ini tulisan lama saya tepatnya pas kelas X. Bisa dibilang tulisannya agak absurd, gajelas dan aneh pokoknya. Cerpen ini juga adalah tulisan pertama saya dengan genre horor komedi, sebelumnya belum pernah nulis pakai genre yang kayak gini. Nah, pas nulis cerpen ini sensasinya berbeda, merinding dikit sih, hahaa. Pernah tak ikutkan event nulis dua tahun lalu, tapi gagal. Ya Sudahlah. Selamat membaca karya lainnya :D Salam.
Komentar
Posting Komentar