[REVIEW BUKU]--DARI NOVEL KE FILM
DARI NOVEL KE FILM
Oleh:
Amaliya Khamdanah
Selamat datang di postingan saya,
postingan super absurd bin gajelas~
Udah lama gak posting tulisan di blog, ada yang penasaran sama tulisan saya?
#GAK! Baiklah, langsung saja ke pembahasan ya, mengenai judulnya pasti udah
pada paham kan? Let’s go!
Readers suka baca novel kah? Kalau
suka novel genre apa? Atau gak suka sama sekali karena trauma akut? Hehe. Ada
beberapa jenis manusia di muka bumi ini yang senang baca, bahkan ada juga yang
anti bacaan. Ada lagi, ada yang suka baca novel, jenis-jenis fiksi lah, dan
bahkan ada yang hanya suka baca buku nonfiksi. Bahkan ada juga yang suka baca
buku kedua-duanya. Nah, kalau suka baca buku fiksi dan nonfiksi malah lebih
baik, wawasanmu nambah banyak. Kalau saya termasuk golongan pertama, sukanya
baca buku fiksi, tapi angin apa yang membawa saya tiba-tiba jatuh hati pada
bacaan buku nonfiksi. Hahaa abaikan curcolan saya. Dan gak asik lah, jika ada
orang yang hanya suka membaca buku fiksi, kalau bisa sih diimbangi dengan buku
nonfiksi juga, biar nambah wawasan gitu. Ini Cuma saran sih.
Saya tiba-tiba terinspirasi dengan
tayangan film yang berdurasi hampir dua jam ini. Film yang kemarin sempat di
tayangkan di salah satu stasiun tv sawasta. Film keren pokoknya, bisa dibuat
pelajaran juga, tentang semangat anak sekolah ala pondok pesantren dan masih
banyak lagi. Ini bukan review film loh, cuma curhatan pemilik blog aja, siapa
tahu ada yang tertarik dan baca. Hehe.
Yups, Negeri 5 Menara! Awalnya film
ini adalah novel best seller karya Ahmad Fuadi. Beliau dulu mondok di Pondok
Pesantren Modern Gontor. Jika boleh saya tebak, novel-novel beliau; Negeri 5
Menara, Ranah 3 Warna, dan Rantau 1 Muara adalah pengelaman pribadinya.
Sayangnya, saya hanya punya novel karya beliau yang trilogy ketiga dari Negeri
5 Menara.
Negeri
5 Menara, dilihat dari judulnya saja sudah membuat penasaran. Sebenarnya Saya tahu novel ini pas kelas 8 SMP dulu.
Sempat sih pinjam ke perpustakaan sekolah, tapi tidak saya baca, “Novel kok tebalnya kebangetan. Males ah
bacannya.” tapi novel itu tetap saya bawa pulang dan dibaca tuntas kakak
saya, dia bilang sih ceritanya tentang pondok pesantren dan mimpi. Waktu itu
saya belum tertarik sama sekali, karena bacaan yang saya gandrungi waktu itu
adalah novel berbau romance, tepatnya lagi sejenis fanfiction yang castnya pake
nama-nama orang Korea *maklum dulu Kpopers abis* sekarang? Jangan ditanya.
Hehe. Genre lainnya mungkin romance islami yang sering dibawakan oleh Habiburrahman
El-Shirazy penulis asal Semarang yang membuat saya bersemangat juang untuk terjun ke dunia
literasi. Karya-karya beliau juga banyak yang sudah di filmkan bahkan beberapa
judul telah masuk dalam dunia sinetron islami. Kembali lagi ke pembahasan awal,
readers!
Novel
Negeri 5 Menara terbitan Gramedia Pustaka Utama ini, telah menjadi novel
bestseller, terbitan tahun 2009. Kenapa saya menulis tulisan ini? Sebenarnya
sepele, hanya untuk mengisi kekosongan blog yang jarang ada postingan karena
penulis gagal nulis, sepertinya ini juga tulisan gagal :3 #gagalcurhat#abaikan#
Awal puasa lalu, stasiun tv swasta menayangkan ulang film yang diangkat dari
novel ini. Jujur, saya penasaran sekali. Sebelum tahu berita mengenai
penayangan film ini di tv tersebut saya terus berharap agar filmnya segera ditayangkan,
barokah puasa nih, film ini—Negeri 5 Menara—di
tayangkan. #Aseeekkkk
Tepat
setengah 9 waktu Indonesia bagian Barat, film yang saya nantiakan diputar.
Yups, Alif! Tokoh utama yang bisa terbilang kalem. Hehe. Ceritanya Alif di
pondokkan ke Jawa. Sebenarnya ia tak mau di pondokkan, namun pesantren adalah
pilihan orang tuanya selepas ia lulus dari MTs. Pondok Madani namanya. Di
tempat baru itu, Alif mengenal teman baru. Singkat cerita di tempat ini—Pondok
Madani—Alif menemukan segalanya. Mendalami
agama, berjuang meraih mimpi, dan
tentunya arti persahabatan. Saya tidak
akan menceritakan detail filmnya, karena ini bukan resensi atau review film -_-
hanya sekedar opini penuh semangat #eaaa#
Saya
paling berkesan itu ketika, kelima sahabat Alif, dan Alif menyatakan ikrar
dibawah menara PM (Pondok Madani) sebelum itu, mereka menggambarkan cita-cita
mereka di langit. Melihat awan-awan yang berserakan dan membayangkan seakan
langit itu adalah Negara yang akan di kunjungi kelak. Ah merinding saya.
Setelah itu, keenam sahabat itu langsung berikrar, dan berkata, “Man Jadda Wajadda” Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil.
Saya
jadi ingat, awal mereka memasuki kelas di PM. Seorang guru yang bernama Salman
Amin (diperankan oleh Donny Alamsyah) memasuki kelas, ia membawa pedang dan
potongan kayu. Salah satu siswa berkata, “Pedangnya berkarat, Ustad!” Sang Guru
hanya tersenyum. Ia kembali mengarahkan pedang berkaratnya pada kayu yang ada
di genggaman tangannya. Semakin lama semakin keras pukulannya, hingga akhirnya
potongan kayu itu pun terpotong lagi menjadi dua bagian. Sang guru tersenyum
menatap para muridnya dan berkata, “Bukan
yang paling tajam, namun paling berusaha.” Sang Guru kembali tersenyum. Man Jadda Wajadda.
Novel
keren, film keren. Rekomendasilah pokoknya. Gak nyesel nonton film ini,
nyeselnya Cuma gak baca novelnya dari dulu. Biasanya cerita dalam novel lebih
seru disbanding dalam film. Nunggu yang novel selanjutnya ah, Ranah 3 Warna,
kira-kira di filmkan gak ya? Novelnya sih belum baca. Hehe. Kalau trilogi dari
Negeri 5 Menara—Rantau 1 Muara—sudah say abaca tuntas. Yang kepo atau suka
nulis, atau gak anak jurnalis wajib baca ketiga novel ini. Tentang jurnalistik,
apaliagi yang triloginya (Rantau 1 Muara) ngena banget jurnalistiknya. Jadi
wartawan luar negeri! Wow!
Jadi,
gara-gara film ini juga, saya terinspirasi nulis ini. Dan suatu saat tulisan
saya bisa kayak beliau, dari novel ke
film, alias di filmkan. Eh ngayalnya udahan. Novel bestseller pun udah
bersyukur kok J
Baiklah opini gaje ini cukup sampai disini. Lain kali di postingan lainnya akan
saya bahas lagi hal lainnya juga. Haha. Terima kasih telah menyempatkan membaca
postingan gaje ini. Salam :D
Nduwe novel'e mbak?
BalasHapusnduweku sing trilogine (rantau 1 muara) dek :3
HapusPadahal dulu sempat 'megang' ketiga novelnya, hanya saja belum pernah baca. Hehehe... oke, jadi penasaran.
BalasHapusSiplah, terima kasih kunjungannya. Rekomendasilah buku2 karya beliau.
Hapus