[BUKU] JEJAK MAGELANG DALAM KARTU POS ERA HINDIA BELANDA: JALAN-JALAN KE MAGELANG MELALUI KARTU POS
Menghabiskan weekend dengan
berjalan-jalan ke tempat wisata merupakan hal yang menyenangkan dan sayang
untuk dilewatkan, tetapi, bagaimana jika berjalan-jalan ke suatu tempat melalui
kartu pos? Aku yakin, hal ini sangat jarang dilakukan orang-orang.
Melalui buku Jejak Magelang dalam Kartu
Pos Era Hindia Belanda karya Wisnu Murti Pratama, kita akan diajak
berjalan-jalan ke Magelang di masa lampau melalui kartu pos. Bagiku, jalan-jalan
kali ini sungguh berbeda, selain karena sudah lama tidak menginjakkan kaki di
Magelang secara langsung, melalui narasi yang disampaikan penulis sangat jelas,
sehingga kita sebagai pembaca yang sudah pernah maupun belum berkunjung ke
Magelang atau bahkan pertama kali mengunjungi Magelang tempo dulu akan terasa
ringan. Aku sempat bertanya-tanya, “Kok bisa, ya, penulis sangat teliti, lalu
bisa mencocokkan lokasi fotografer di masa itu menghadap ke arah mana, lalu
kondisi terkini dari gambar-gambar yang ada, dll.”
Buku Jejak Magelang dalam Kartu Pos Era
Hindia Belanda merupakan buku yang berisi kumpulan kartu pos tentang Magelang
di masa lampau, tepatnya masa Hindia Belanda. Buku ini terbit di Jejak Pustaka
pada Mei 2023 dengan tebal 87 halaman. Buku yang tidak terlalu tebal dan tidak
tipis, tapi sangat cocok untuk menjadi teman perjalanan.
Aku juga tidak menyangka, hanya dengan dua
hari—itu tidak seharian penuh—bisa mengkhatamkan buku bertema sejarah ini. Iya,
terlalu nanggung jika ditinggalkan begitu saja. Padahal, kartu pos bukan
sesuatu hal yang istimewa buatku, mungkin, setelah ini akan jadi hal yang
berbeda dan tidak asing untukku. Aku masih tidak menyangka, kalau kartu pos
pada masa itu sangat berguna sekali, sebagai media untuk surat menyurat dan
sebagai media yang menggambarkan kondisi atau panorama alam tentang suatu
wilayah melalui foto atau lukisan, walaupun ada beberapa kartu pos yang hanya
menyediakan tulisan-tulisan saja.
Membaca buku bergenre sejarah kali ini
juga membuatku harus ikut mengeja kata dalam Bahasa Belanda. Aku cukup terkejut
karena beberapa kata mirip dengan ejaan dalam dalam Bahasa Indonesia, seperti fabriek,
toren dari kata watertoren, dll. Jangan-jangan masih banyak
kosakata dari Belanda yang ejaannya sama?
Ada satu bagian dalam buku yang menurutku
harus semua orang tahu, yaitu berkaitan dengan istilah nama jalan di era Hindia
Belanda. Aku mengutip dari halaman 18, begini:
Pada kartu pos bertema jalan, pembaca akan
selalu menemukan kata weg,
laan, dan straat. Kata-kata berbahasa Belanda tersebut mempunyai
arti jalan. Berikut ini beberapa alternatif tentang jalan: weg mempunyai
arti jalan utama atau jalan raya; straat mempunyai arti jalan yang
berbatu-batu; dan laan berarti jalan yang indah dengan barisan pohon
yang menghiasi kiri dan kanan jalan.
Melalui buku ini juga aku baru tahu kalau
Magelang di masa lalu mendapat julukan sebagai De Tuin van Java atau
tamannya Pulau Jawa. Penjelasan singkat ada di halaman 59-60, “Dalam buku
Prachtige Tochten Uit Magelang karangan Dr. Krafft tahun 1953, keindahan
Magelang digambarkan sebagai daerah yang dikelilingi oleh Merbabu yang perkasa,
Merapi yang ditakuti karena erupsinya, dan gunung berapi kembar, Sumbing dan
Sindoro yang tinggi. Pada setiap tempat di Magelang akan ditemui sungai-sungai
yang gemercik, mata air yang jernih, Gunung Tidar, jalan yang beraspal yang
melewati gunung dan lembah.”
Berdasarkan penjelasan dalam buku, kartu pos-kartu pos bergambar tersebut ada yang masih hitam putih dan berwarna, namun, berwarna yang dimaksud hanya beberapa bagian dan tidak keseluruhan karena pewarnaan pada masa itu masih manual. Disebut dalam buku, beberapa penerbit maupun percetakan di Magelang pada masa lampau yang menerbitkan kartu pos antara lain P.M. Johanes, J.M.J. Van Eijck, H.V. Maresch, Hotel Kali Bening, dan Toko Oizumi. Gara-gara bagian ini, aku jadi penasaran dengan Semarang dalam kartu pos, apakah juga ada? Lalu penerbit atau percetakan mana saja yang membuatnya? Kapan lalu ketika melintasi Kawasan Kota Lama, aku melihat salah satu gedung tua yang sekarang sudah dipugar masih lengkap dengan tulisan pertjetakan berangka tahun sekian—aku lupa kelanjutan tulisan tersebut. Rasanya seperti melihat harta karun. Haha.
Kartu pos dalam buku ini berwarna hitam
putih, tetapi, jangan khawatir, melalui penjelasan penulis tentang lokasi dalam
foto kartu pos akan sangat membantu. Misalnya seperti gambar pepohonan besar
dan berjejer terlihat sangat rindang sekali, orang-orang berjalan kaki,
bangunan besar sebagai rumah residen kedu, atau rel kereta api yang
bersebelahan dengan jalan, dll. Aku jadi teringat cerita ibu tentang jalan
depan rumah yang dulunya terdapat rel kereta api. Aku sulit membayangkan
bagaimana dua hal tersebut bisa berdampingan. Oh, melalui buku ini, aku bisa
melihat penampakan itu, jalan raya dan rel kereta api yang bersebelahan, dan
pohon-pohon besar berjejer rapi di pinggir jalan.
Oh iya, sebagai penutup, dan sebagai
bentuk kurang pekanya aku terhadap bacaan selama ini, aku baru mengetahui
Perang Jawa di masa Pangeran Diponegoro dengan sebutan De Java Oorlog.
Sampai jumpa di review lainnya, ya~
Komentar
Posting Komentar