[AKU, KAMU, DAN FLP]--HARAPAN DALAM DIAM

HARAPAN DALAM DIAM
Oleh: Amaliya Khamdanah


Dalam diam aku selalu mendoakanmu…

***

Kurasa teman-teman pernah melakukan hal itu, dalam diam selalu mendoakan yang dituju. Aku tak mau menebak siapa yang ada dalam doamu, karena dalam perspektifku banyak sekali subyek yang pantas didoakan sesuai dengan keinginan hati teman-teman, begitu pun dengan aku.

“Apakah kau pernah mendoakan seseorang dalam diam?” tanya salah seorang teman ketika kami saling bertukar cerita. Aku tak langsung diam, sedikit berpikir.

“Pernah, sering, bahkan selalu.” jawabku yang berhasil membuatnya melongo.

“Pasti dia orang yang spesial di hidupmu.” tebaknya dengan mata yang berbinar-binar.

“Tentu. Dia berhasil merubah hidupku, selalu memberiku motivasi yang tiada banding.” balasku lagi dengan bangga.

“Kalau boleh tahu siapa orang yang kau maksudkan?”

Aku diam. Satu detik, dua detik, dan tiga detik. “Bapak, ibu, mbak, dan masku.”  Seketika temanku diam dengan melihatku seolah tak percaya. Aku hanya tersenyum kearahnya, tanpa memperdulikan pikirannya yang masih dibingungkan oleh jawabanku.

Kami saling diam, hingga di menit kesepuluh suara lorong kelas ramai. “Ada lagi, dan tentu ia selalu kudoakan.” ucapku lirih.

Temanku membulatkan mata seolah penasaran dengan kelanjutan ceritaku. “Siapa?”

“Ia adalah ha-ra-p-an.” balasku dengan senyum paling lebar.

***

Novel Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2 adalah novel fenomenal pertama yang berhasil kutuntaskan. Novel karya Habiburrahman El-Shirazy seorang sastrawan sekaligus sutradara film asli Semarang. Berkat novelnya aku mulai penasaran dengan dunia tulis-menulis, penasaran dengan komunitas yang bergerak dibidang tulis-menulis, hingga aku tahu bahwa ada nama yang lebih keren dari tulis-menulis adalah literasi.

Aku ingat jelas ketika usai membaca novel Kang Abik—saat itu aku masih duduk dibangku kelas 8 SMP—aku terbawa suasana dalam kehidupan tokoh di novel. Bagaimana perjuangan Azzam ketika kuliah sekaligus bekerja di tanah rantau untuk membiayai kehidupan keluarganya di Tanah Air, usai kuliah membuat tempe dan menjualnya, perjuangan Husna di Tanah Air sebagai penyiar radio sekaligus penulis buku, menyenangkannya bisa kuliah di luar negeri terutama di Tanah Mesir; Al-Azhar Cairo—karena penggambaran Alexanderia yang memukau—hingga kisah asmara antara Azzam, Anna, dan Furqon.

Aku menikmati semua cerita yang tersaji di dalamnya, hingga suatu ketika aku termotivasi untuk melakukan hal yang sama; kuliah di Al-Azhar, Cairo, Mesir, menerbitkan buku, dan melangsungkan bedah buku, bahkan menjadi sutradara film seperti Kang Abik. Sungguh! Betapa kuatnya tulisan-tulisan Kang Abik hingga membuat pembaca terhipnotis dan termotivasi!

Kubaca berulangkali profil Kang Abik. Bayangkan, profil Kang Abik ditulis di halaman akhir mencapai dua halaman. Betapa luar biasanya Kang Abik, segudang prestasi telah diperolehnya. Hal ini membuatku semakin termotivasi untuk melakukan kebaikan-kebaikan, salah satunya menekuni hal yang sama dengan Kang Abik; menulis.

Di profil Kang Abik juga tertulis menjadi salah satu pendiri Forum Lingkar Pena (FLP). Aku peasaran dengan forum tersebut. Tepatnya ketika kelas 9 SMP ku telurusi informasinya, kutemukan akun twitter forum tersebut. Namun, hanya sebatas itu yang kutemukan. Di masa selanjutnya—MAN, Aku kembali penasaran akan FLP. Kembali kucari tahu tentang FLP. Akhirnya aku menemukan fakta yang mengejutkan.

Bukan hanya Kang Abik saja pendirinya, tetapi juga ada Asma Nadia dan Helvy Triana Dewi, dua penulis kakak beradik yang karyanya tak kalah fenomenalnya. Aku menemukan fakta lainnya, bahwa setiap kota besar di Indonesia ada forum ini. Aku kembali menelusurinya lewat internet, mencoba tanya pada mbah google yang katanya pintar itu. Di menit awal memang tak kutemukan FLP Semarang, tetapi setelah memasukkan beberapa kata kunci akhirnya kutemukan forum tersebut di kota dekat tanah kelahiranku.

FLP Semarang diskusi menulis cerpen di Unissula.

Begitulah tulis akun tersebut, terlihat beberapa orang sedang menulis di atas kertas. Aku kembali mencari tahu, bagaimana cara bergabung dengan forum literasi ini. Kembali kutelusuri di jagad maya.

“Ketemu!” teriakku di depan ponsel jadul.

Aku membacanya perlahan, hingga tibalah pada hal yang paling utama; registrasi. Seketika jantungku berdegub kencang, aku tak percaya harus melakukan hal ini karena itu tidak mungkin bagiku.

“Harus membayar registrasi sebesar Rp. 250.000. Dan mengisi formulir yang telah disediakan.” 

Begitu tulis laman resmi itu. Aku terkejut. Mana mungkin aku bisa membayar dengan jumlah uang sebanyak itu? Sedangkan aku masih kelas sepuluh MAN, mana mungkin aku menyuruh orangtua membayarnya? Untuk apa? Bukankah tujuanku sekolah lagi adalah mencari ilmu yang bermanfaat. 

Aku terdiam. Hatiku patah, aku mengurungkan niat untuk bergabung dengan forum literasi itu—FLP.
Sebagai gantinya atas patah hatiku, aku ikut seleksi di madrasah sebagai kru majalah madrasah La Tansa. Alhamdulillah, Allah mengantinya dengan hal yang serupa, aku lolos seleksi dan menjadi bagian dari kru majalah La Tansa. Tetapi dalam hatiku paling dalam, aku masih berharap bisa bergabung dan mencari ilmu di forum literasi—Forum Lingkar Pena.

“Setidaknya jalani dulu yang sudah ada di depan matamu.” batinku menguatkan. Aku mengangguk. Percaya pada Allah bahwa entah di masa depan atau kapankah itu, mimpiku akan terwujud.

Aku melakukan banyak hal dan banyak latihan untuk mengasah kemampuan menulisku. Selain belajar sebagai tujuan utamaku di sekolahkan. Ikut pelatihan jurnalistik, menjadi pengurus organisasi jurnalistik, hingga ikut lomba atas keinginan sendiri dan ditunjuk sekolahan. Dan lagi-lagi Allah kembali mengizinkan, beberapa cerpen dan puisi yang kuikutkan lomba lolos dan dibukukan. Menjadi kontributor dalam banyak buku yang diterbitkan oleh penerbit indie! Alhamdulillah…

Iya, walaupun lebih banyak tidak lolosnya ketimbang yang lolos dan dibukukan. Ah itu tak masalah, tidak lolos pun menjadi sebuah cambukan bagiku untuk terus memperbaiki tulisan dan berkarya.

2014 adalah awal aku mulai aktif menambahkan teman penulis di facebook. Karena ada suatu kebanggaan tersendiri ketika bisa berteman dengan penulis di media sosial. Mulai dari facebooklah aku mendapat banyak ilmu mengenai dunia literasi. Aku senang membaca tulisan baik cerpen, puisi, tips, bahkan curhatan dari para penulis-penulis senior, seperti dari Mbak Ariny NH, Mas Ken Hanggara, Pak Edi Iyubenu, Hardy Zhu, Justang, Ari Keling dan masih banyak lagi akun penulis yang sering kukepoi. Oh iya, beberapa nama yang kusebut memang sudah lama kutambahkan di pertemanan facebookku. Dan hingga saat ini, lebih banyak lagi penulis bahkan sastrawan yang sudah kutambahkan menjadi teman, dan tentu semakin membuatku tak patah arang untuk menggapai mimpi. Saat itu adalah tahun 2014, tahun-tahun dalam dekapan mimpi yang indah.

Karena sifat manusia adalah kurang puas dan selalu penasaran.

April 2017. Aku sudah lulus dari MAN kembali kulanjutkan sekolahku di perguruan tinngi islam negeri; UIN Walisongo Semarang. Aku masuk kuliah di tahun 2016.

Suatu sore salah sorang temanku berkata padaku bahwa Mbak Dian Nafi, penulis dan juga anggota FLP akan ke kampus. Aku terkejut bukan main.

“Kau tahu dari mana?” tanyaku kala itu.

“Ini informasinya.”  balasnya lalu memberikan ponselnya ke tanganku. Aku membaca dengan seksama. Benar, di informasi tersebut tertulis; Belajar menulis bareng Dian Nafi dan open recruitment FLP!

Aku tertarik dengan acara tersebut. Naas, hingga hari-H aku malah tidak datang ke acara tersebut.  Di hari berikutnya, dengan teman yang sama ia kembali memberi tahu kalau ada oprec untuk FLP ranting Ngaliyan. Tanpa banyak tanya esok harinya aku mendaftarkan diri untuk bergabung dengan forum yang kuincar sejak SMP.

Sungguh, Allah Maha Pendengar. Allah mendengar segala doa-doaku yang sempat tak terucap.

17 Juni 2017 adalah hari peresmian kami menjadi anggota FLP ranting Ngaliyan. Walaupun hari itu para anggota tidak semuanya dapat datang dan ikut berikrar. Aku kembali mengingat dulu sewaktu masih SMP, batapa penasarannya aku dengan Forum Lingkar Pena. Allah menyuruhku untuk sabar, tak usah tergesa-gesa karena tergesa-gesa adalah bagian dari setan.

Ikrar

Aku menangis dalam diam. Bersama dengan teman-teman FLP ranting Ngaliyan kami berdiri di depan, mengucapkan ikrar di damping Mas Hafidz—ketua FLP Semarang. seolah-olah bayangan itu kembali hadir, menari-nari di hadapanku penuh suka cita. Ya Allah… Karena Allah lebih tahu dengan apa yang kita butuhkan di masa depan.

Ketua FLP Ngaliyan dengan Ketua FLP Semarang

Hari ini ketika menulis catatan perjalanan; Aku, Kamu, dan FLP, aku sedang disibukkan dengan proyek tahun baru, dan semoga Allah kembali mengizinkanku untuk meraihnya. Aamiin…

Foto bersama anggota FLP ranting Ngaliyan

Harapanku banyak sekali, tetapi tidak semuanya kuucapkan. Aku malu kala semua harapanku kuucapkan begitu saja, tetapi pada kenyataannya malah gagal meraih dan kembali patah hati. Aku hanya menyimpan harapanku dalam diam, cukup aku dan Allah saja yang mengetahuinya. Aku ingat pesan Emha Ainun Najib,

“Ringkas saja, hidup itu tidak usah terlalu kau rencanakan. Kalau hatimu isinya niat baik, niat baik, niat baik, Insya Allah jadi.”

Aku mengambil kesimpulan, bahwa Allah selalu mendengar doa-doa hamba-Nya, Allah mendengarnya. Karena Allah memiliki sifat As-Samii’ yang artinya Allah Maha Mendengar bahkan semut hitam yang berjelan di tengah malam bersama kawanannya dan saling berbicara pun Allah mendengarnya. Apalagi hatimu yang sangat mudah dijangkau? Allah mendengarnya. Hanya butuh sabar saja ketika semua usaha telah diberikan. Insya Allah…

Suatu ketika kala harapan hanya berupa diam,
Demak, 17 Januari 2018

Komentar