NGAJI SASTRA BARENG KANG ABIK

NGAJI SASTRA BARENG KANG ABIK
Oleh: Amaliya Khamdanah


            Assalamu’alaikum, salam sejahtera untuk kita semua! Bagaimana kabarnya kawan, sehat ya sehat? Alhamdulillah…  fyuh, seneng banget hari ini. Tahu kenapa? Gak penting kali, Mal! Oke, abaikan yah. Minggu ini di kampus hijau (baca: UIN Walisongo Semarang) mengadakan acara Ngaji Sastra, sebenarnya acara ini diadakan oleh CSSMoRA Ilmu Falak sebagai Falak Ekspo 2016.

Dihadiri banyak mahasiswa/i baik dari UIN Walisongo Semarang, bahkan Unissula dan Undip. Ramai banget pokoknya, sayangnya saya tak sempat mengabadikan banyak foto saat acara berlangsung, hehe. Foto bareng Kang Abik? Semoga lain kali dapat bertemu lagi dengan Kang Abik dan belajar sastra dengan Kang Abik. Aamiin _/|\_ Oh iya, kawan-kawan sudah tahu kan, siapa Kang Abik? Itu lho, penulis novel bestseller: Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, beliau Habiburrahman El-Shirazy.


            Sebelum mengajak para audiens berbicara mengenai cara menulis novel bestseller, Kang Abik mengajak para audiens mengarungi sastra pada zaman Rasul. Pada zaman Jahiliyah, sastra (syair) menjadi indikator tertinggi di seluruh Jazirah Arab, bahkan suatu kabilah bisa dikatakan baik pun melalui sastra (syair), tak jarang pula peperangan yang terjadi antar kabilah pun bermula dari sastra (syair). Banyak orang-orang Quraish yang pandai bersyair, hingga suatu waktu tiba Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad.

 Tahukah kawan, bahwasanya Al-Qur’an adalah sastra tertinggi. Tak ada yang bisa menandinginya, bahkan orang-orang Quraish yang pandai bersyair pun tak mau mengakuinya hingga membuat semacam fitnah (mungkin dulu bahasanya lebih tajam kali ya) yang ditunjukkan kepada Nabi Muhammad.

            Kang Abik juga menambahkan bahwa dakwah dan sastra tidak bisa terpisahkan, banyak tokoh-tokoh Islam yang juga menulis. Sebenarnya Kang Abik berbicara mengenai hal ini banyak sekali, bahkan karya-karya  dari tokoh-tokoh Islam pun sempat disebutkan—kumpulan puisi (antologi puisi). Lain lagi di Indonesia, dalam menyebarkan Agama Islam para Walisongo pun juga menggunakan metode sastra.

            Sastra menjadi dua macam, yaitu puisi dan prosa. Prosa memiliki banyak cabang seperti cerpen, novel, novelet, dan drama. Nah, sebelum menjelaskan panjang lebar mengenai cara-cara menulis novel, Kang Abik memberikan gambaran sederhana tentang cerpen. Secara ringkasnya Kang Abik mengutip dari pendapat Edgar Allen Poe—Bapak Cerpen Amerika—cerpen merupakan sebuah karya sastra yang dibaca dalam sekali duduk. Kang Abik pun menambahkan lagi, menurutnya cerpen itu seperti saat kita naik pesawat dengan tujuan ke Jakarta, dari Semarang tepatnya bandara Ahmad Yani dan turun di bandara Soekarno-Hatta dengan tujuan satu. Seperti halnya cerpen yang dalam pembahasannya fokus pada satu masalah dan tidak boleh bercabang (ingat cerpen berbeda dengan novel).

            Penulis novel Ayat-Ayat Cinta ini juga mengatakan,“Menulis dengan kebaikan itu berpahala” di menit lainnya Kang Abik menambahkan, kalau kamu serius menulis, nanti bakal mendapat surprise. Banyak hal-hal menarik dari penulis/pengarang yang Kang Abik ceritakan, seperti mendapat tawaran tak terduga dari penerbit buku bahkan produser film dan masih banyak lagi. *seketikaImanlangsunggoyah*-___-

            Yang dinantikan pun tiba, Kang Abik membahas mengenai cara menulis novel bestseller (ya, walau pun dalam bayangan saya ini masih tingkatan cerita pendek), yuk simak!
1.      Tulisan harus sampai di hati pembaca.
Kang Abik memberikan penjelasan sederhananya mengenai hal ini, ketika seorang pembaca telah selesai membaca novel/cerpen dan pembaca tersebut akan teringat terus dengan cerita yang berada di novel atau cerpen tersebut.
Saya sering banget kayak gini. Missal pas baca novel Kang Abik yang Cinta Suci Zahrana, saya sempat dibuat jengkel dengan tokoh pimpinan di Universitas tersebut, dan saya mikir kenapa beliau menciptakan tokoh jengkelin itu. Huaaaaa. Terus dalam novel Ketika Cinta Bertasbih, ketika Anna Althafunnisa bertemu dengan mahasiswa Kairo asal Indonesia di bus. Saya hapal dialognya. “Mas, siapa namanya?!” Mahasiswa Kairo asal Indonesia itu menjawab, “Abdullah!”
2.      Sebelum anda menulis, harus memperhatikan atau membayangkan siapa yang akan membaca tulisan anda. Intinya itu target pembaca karya.
Ketika Kang Abik menjelaskan mengenai hal ini saya sempat tertawa kecil. Kang Abik membawakan contoh-contoh sederhananya dengan bahasa ngoko yang notabene bahasa keseharian di Semarang. Misalnya target pembaca karyamu adalah ibu-ibu arisan, nah cobalah masuk dalam dunia mereka untuk tulisanmu. Memasuki ke dunia mereka—yang kamu tuju—dalam tulisan.
3.      IDE!
Jleb! Kang Abik, saya boleh ngomong? Ini paling blibet diantara yang lain. Coba bayangin Kang, kalau pas tugas numpuk banyak bin banget, ide itu berhamburan bahkan menari-nari riang di kepala. Nah, kalau pas tugas selesai (Alhamdulillah) eh idenya ngikut ilang. Heuheu, ini salah siapa, Kang? *pemilikblogcurhat*
 Selanjutnya Kang Abik mengatakan, ide adalah hidup dan matinya orang kreatif! Jleb banget kan, *alahbaper*
Kang Abik memperumpamakan lagi ide sebagai ikan. Seperti ikan di lautan yang tersebar luas dalam jumlah banyak  bisa menghitung pun hanyalah Allah dan penulis seperti nelayan. Nelayan pun menurutnya terbagi menjadi dua, pertama nelayan pemalas  yang kerjanya duduk di tepi pantai dan berharap ada ikan terdampar dihadapannya, dan nelayan rajin, yang setiap harinya bekerja keras mencari ikan di lautan. Nah, seperti itulah penulis. Bergerak dengan semua indera untuk menangkap ide.
4.      Mencari sisi yang unik alias beda dari yang lain (Very-very unik)
5.      Membuat catatan. Nah, Kang Abik juga berpesan kepada para penulis—penulis pemula terutama—agar tidak sombong. Loh kok bisa? Gak sombong dalam artian tetap mencatat ide apapun di buku kecil atau kertas agar ide tidak lari/hilang. Padahal kalau ide-ide itu disimpan di otak pun tidak akan bertahan lama.
Nah, kebiasaan buruk—tidak mencatat ide—pun sering saya lakukan, padahal di tas sudah saya siapkan buku kecil yang isinya curhatan ide. Diingat di otak pun sering kelupaan. Yasudah, hangus ide-ide itu!
6.      Buatlah kerangka karangan.
7.      Membuat jadwal kerja untuk menulis. Penulis itu disiplin. Kang Abik memberikan wejangan bahwa musuh terbesar seorang penulis adalah diri sendiri. Catet itu!
Godaan jadi penulis, pengarang itu banyak! heuheu.

Cara menulis yang dari Kang Abik ini seketika memberikan cambuk kepada saya, kelakuan celelekan saya pada dunia literasi ini sering terulang dan terulang.


Selain cara menulis dari Kang Abik ada beberapa tambahan, antara lain: meminta bantuan teman atau orang yang berpengalaman dalam dunia tulis menulis (guru bahasa Indonesia pun bisa) untuk mengkritik dan memberi masukan pada karyamu, selalu siap jika di kritisi karyamu (istilah ngerinya dibantai naskahmu, heuheu), bekumpullah dengan para penulis-penulis (sharing ilmu), seringlah membaca apapun termasuk buku atau berita-berita siapa tahu ide karyamu muncul dari situ, dan yang terakhir teruslah berlatih menulis.

Oke-oke, tulisan panjang kali lebar kali tinggi di blog absurd ini semoga bermanfaat. Semoga kawan-kawan paham dengan maksud saya yang sulit dimengerti itu, hehee. Karena sastra tidak bisa lepas dari imajinasi.
Salam!

Komentar